Lagi-lagi Jokowi menjadi buah bibir melalui gaya komunikasinya. Ia tampak tidak pernah kehabisan akal mencari perhatian, terutama di media sosial.
PinterPolitik.com
[dropcap]A[/dropcap]pa nama komoditas termahal di dunia? Beberapa orang mungkin akan langsung menjawabnya dengan emas atau sumber daya alam dan mineral lainnya. Akan tetapi, tidak dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dalam pidatonya di Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas), ia menyebut bahwa komoditas paling berharga menurutnya saat ini adalah racun kalajengking.
Sontak, khalayak dibuat bingung dengan pernyataan mantan Walikota Solo tersebut. Bagaimana bisa racun kalajengking lebih berharga daripada emas? Bagi sebagian orang pernyataan ini lebih membingungkan, mengapa seorang Presiden harus membahas sesuatu yang tidak lazim di dalam pidatonya?
Beberapa orang langsung mencari-cari, apa maksud sebenarnya dibalik pidato kalajengking Jokowi. Politikus dari kubu oposisi menilai, Jokowi membahas sesuatu yang tidak penting dan bahkan dianggap memalukan. Beberapa yang lain menilai, Jokowi sengaja membuat heboh sebagai pengalih dari berbagai isu miring yang menerpanya.
Apapun maksud sang Presiden, nyatanya saat ini ia berhasil memaksa sorotan lampu mengarah kepadanya. Sebagai sebuah gaya komunikasi, racun kalajengking ini berhasil membuat publik memberi perhatian kepada Jokowi. Jika dilihat, sebelum pidato tersebut, gaya komunikasi Jokowi selalu menarik dan menjadi pembicaraan masyarakat. Tampak bahwa ada yang tidak biasa dari gaya sang Presiden dalam menyampaikan pesan.
Gaya Komunikasi Tidak Biasa
Bukan sekali saja Jokowi mampu menarik perhatian khalayak luas dengan pidato dan juga aksinya. Berkali-kali sudah mantan Walikota tersebut menjadi buah bibir melalui gaya komunikasi yang terkesan tidak biasa.
Salah satu contoh yang cukup menarik adalah pernyataan pers-nya tentang Kasus “Papa Minta Saham”. Saat itu, ia tampak sedikit berbeda dan terlihat seperti memendam amarah. Meski begitu, ia tidak menggunakan bahasa ucap yang meledak-ledak dan memilih membuat pernyataan singkat lalu langsung berlalu. Gaya singkat ini tergolong efektif menarik perhatian masyarakat dan berhasil membuat citra Jokowi sebagai presiden tegas terutama di media sosial.
Meski geram, Jokowi tidak menggunakan bahasa ucap yang membara seperti kebanyakan orang. Publik tahu ia marah cukup dengan gayanya yang tiba-tiba berlalu dari hadapan awak media setelah menyampaikan pandangannya soal “Papa Minta Saham”.
Jokowi juga pernah menyita perhatian publik saat ia pergi melakukan blusukan ke Hambalang. Tidak banyak yang ia katakan di sana, selain menggeleng-gelengkan kepala. Meski begitu, publik tampak paham dengan aksi tersebut dan beberapa tampak setuju.
Lihat pula bagaimana gaya Jokowi berhasil membangun citra bahwa ia adalah presiden yang peduli dengan penderitaan masyarakat Papua. Ia tidak hanya berhenti dengan narasi bahwa ialah presiden pertama yang menjejakkan kaki di tanah Asmat Papua. Sebuah foto yang menunjukkan ia tengah menggendong bayi asal Bumi Cenderawasih sempat viral dan digemari banyak orang.
Jokowi juga gemar menggunakan simbol-simbol atau gaya lain yang tengah menjadi tren di kalangan anak muda, terutama pengguna media sosial. Beberapa waktu yang lalu misalnya, orang nomor satu tersebut melakukan touring dengan motor chopper lengkap dengan gaya busana yang tengah gandrung di kalangan pemuda.
Dibanding kebanyakan politikus, Jokowi juga tergolong aktif di media sosial. Ia kerap hadir di media sosial tidak hanya untuk urusan yang bersifat kenegaraan, tetapi juga untuk menunjukkan sisi humanisnya. Strategi yang tergolong efektif, karena beberapa kali postingan atau videonya menjadi tren di jagat dunia maya.
Ada kesan bahwa ini menjadi semacam ciri khas dari gaya komunikasi Jokowi. Pernyataan singkat namun aneh dan berbeda, sudah cukup untuk menarik perhatian masyarakat. Hal ini ditambah dengan kesadarannya akan media sosial dan tren yang tengah menanjak di dalamnya. Terlihat bahwa ada semacam pola, dan publik bisa saja menduga semua telah direncanakan dengan sangat matang.
Menambal Bahasa Ucap
Jika diperhatikan, Jokowi tidak memiliki gaya berorasi seperti pemimpin pertama republik ini yaitu Soekarno. Bahasa ucap Soekarno memang sangat menggelegar dan bisa menyihir ribuan pasang telinga yang mendengarnya.
Gaya komunikasi Jokowi menarik perhatian dengan sesuatu yang agak nyeleneh, bisa saja adalah sebuah upaya untuk mengurangi keterbatasannya yang tidak memiliki bahasa ucap serupa Soekarno. Alih-alih memaksakan diri menjadi seorang orator, Jokowi berusaha membius masyarakat dengan gaya komunikasi yang sangat kontras.
Anehnya, hampir setiap kali Jokowi menggunakan gaya seperti itu, ia menjadi pembicaraan media massa dan sosial selama berhari-hari. Terlihat meski singkat dan tidak berapi-api, gayanya tergolong efektif untuk membuat banyak orang untuk berpihak kepadanya.
Kini, di tengah isu gelombang TKA yang tengah menerpanya, Jokowi juga berhasil mengubah perhatian publik melalui gaya komunikasinya. Alih-alih berpidato dengan semangat membara, ia justru membahas racun kalajengking yang tidak pernah terpikir sekalipun dibenak masyarakat. Akibatnya, racun kalajengking pun mengambilaih pembicaraan masyarakat dari yang semula berfokus pada serbuan TKA.
Bagi konsultan komunikasi Indira Abidin, hal itu justru yang membuat Jokowi sangat unik dan lebih menarik. Ada nuansa yang lebih membumi dan jauh dari formalitas dari gaya komunikasi mantan Gubenur Jakarta tersebut.
Jika merujuk pada Wilbur Schramm, terlihat bahwa Jokowi seperti telah memenuhi syarat penyampaian pesan dalam komunikasi. Ada empat syarat yang terangkum di dalamnya, yaitu pesan harus direncanakan dan mampu menarik perhatian pendengar, menggunakan tanda yang diketahui komunikator dan pendengar, dan mampu memenuhi kebutuhan pribadi.
“Meskipun komoditi paling mahal adalah racun kalajengking, tapi hal yang paling mahal adalah waktu." Kata Presiden Joko Widodo.
Tapi yg nempel di kuping malah racun kalajengking. Huahahahahahahahahahhahahahahahahahahahhaha..
— Fajar Nugros (@fajarnugros) May 4, 2018
Dalam berbagai kesempatan, Jokowi hampir selalu berhasil menarik perhatian masyarakat melalui komunikasinya. Terlihat dari berbagai pidato, pernyataan, atau aksinya, seperti telah direncanakan dengan baik. Jokowi juga tidak menggunakan bahasa ucap yang tidak ia kuasai dan sudah disukai masyarakat. Ia juga mendapat keuntungan di mana perhatian masyarakat tertuju padanya dan ia menjadi buah bibir terutama di media sosial.
Terlihat bahwa meski tidak memiliki bahasa ucap yang membara seperti Soekarno, pesan Jokowi sebagaimana disyaratkan Schramm, telah sampai di masyarakat. Oleh karena itu, dapat dikatakan gaya komunikasi orang nomor satu tersebut tergolong efektif.
Efek Disrupsi Teknologi
Dia juga seperti memahami, bahwa bagi kalangan anak muda pengguna media sosial, bahasa ucap setinggi Soekarno bisa saja tidak terlampau penting. Bagi kalangan tersebut yang lebih penting adalah bagaimana menjaga keterkaitan dan kehadirannya di media sosial.
Sulit dipungkiri bahwa di era ini, ada disrupsi teknologi yang membuat nyaris seluruh sendi di dalam kehidupan mengalami perubahan. Dalam konteks ini, cara dan gaya komunikasi pun mengalami perubahan yang dimaksud.
Melalui disrupsi tersebut, muncul berbagai media baru atau new media. Dalam banyak literatur, new media kerapkali dikaitkan dengan teknologi. Akan tetapi, menurut Terry Flew, media baru berfokus pada konten yang mengombinasi dan mengintegrasikan data, teks, suara, dan gambar, disimpan dalam format digital, dan didistribusikan secara luas melalui jejaring.
Jokowi seperti sudah memahami bahwa media baru adalah sarana yang baik untuk menyampaikan pesan dan pencitraannya. Segala yang ia lakukan hampir selalu disimpan dan disebar melalui media baru, dalam konteks ini media sosial.
Sangat rasional jika Jokowi menggunakan media baru tersebut sebagai pengantar pesan baginya. Media sosial merupakan media yang dirasa lebih dekat bagi masyarakat saat ini, terutama anak muda yang kerap dikategorikan sebagai generasi milenial yang mengalami disrupsi teknologi.
Mantan Gubernur Jakarta itu tidak lagi harus repot-repot membuat pidato dengan gaya menyala-nyala, karena itu bukan bahasa ucap yang ia kuasai. Ia cukup memicu suatu isu, simbol, atau apapun yang dapat menarik perhatian agar masyarakat terpikat padanya. (H33)