HomeNalar PolitikAngsa Hitam untuk Indonesia

Angsa Hitam untuk Indonesia

Memahami teori angsa hitam dapat membantu menyiapkan diri dari sesuatu yang tidak terduga.


PinterPolitik.com

[dropcap]P[/dropcap]ernyataan Prabowo Subianto soal kemungkinan Indonesia Bubar 2030 menimbulkan polemik. Pidato tersebut dianggap tidak mencerminkan optimismenya sebagai seorang pemimpin. Alih-alih membawa sebuah harapan, Prabowo seperti muncul membawa  kabar yang buruk.

Bahasan soal optimisme ini sampai menarik orang nomor satu di negeri ini, Jokowi, untuk ikut bicara. Pada pidatonya, ia menyebut bahwa pemimpin harus membawa optimisme alih-alih meramalkan bahwa Indonesia akan bubar.

Bagi para pendukung Prabowo, pidatonya sama sekali tidak menggambarkan pesimisme Ketua Umum Partai Gerindra tersebut. Bagi mereka, mantan Danjen Kopassus tersebut tengah memperingatkan bahwa jika tidak berhati-hati hal yang mengejutkan seperti bubarnya negeri ini bisa saja terjadi.

Peristiwa mengejutkan dan tidak terprediksi ini kerapkali dikategorikan sebagai black swan atau angsa hitam. Angsa hitam dapat menjadi semacam pengingat untuk selalu menyiapkan diri jika sesuatu yang buruk terjadi. Lalu bagaimana jika Indonesia harus berhadapan dengan angsa hitam tersebut?

Tidak Semua Angsa Berwarna Putih

Secara teori, ungkapan soal angsa hitam ini kerapkali dikaitkan dengan ilmu filsafat. Ungkapan ini bersumber dari keyakinan bahwa semua angsa berwarna putih. Keyakinan tersebut kemudian tumbang saat Willem de Vlamingh menjadi orang Eropa pertama yang melihat angsa hitam di Australia.

Ungkapan tersebut tergolong besar untuk menggambarkan falsifikasi, suatu cara untuk membuktikan sesuatu. Filsuf yang terkenal dengan falsifikasi tersebut adalah Karl Popper. Dalam falsifikasi, pernyataan semua angsa berwarna putih tidak bisa dibuktikan dengan mencari angsa putih, tetapi justru mencari kebalikannya. Jika sudah ditemukan angsa yang tidak berwarna putih, maka pernyataan tersebut tidak lagi dapat dianggap benar.

Pemikiran soal angsa hitam kemudian dikembangkan oleh Nassim Nicholas Taleb, seorang analis berdarah Lebanon-Amerika. Teori angsa hitam ini kerap dideskripsikan sebagai sebuah peristiwa yang muncul secara mengejutkan, memiliki efek besar, dan di luar perkiraan biasa.

Foto: Getty Images

Semula, teori tersebut hanya digunakan Taleb untuk menjelaskan fenomena-fenomena di dalam pasar finansial. Akan tetapi dalam bukunya yang terkenal,  The Black Swan: The Impact of the Highly Improbable, ia memperluas ungkapan tersebut ke bidang lain di luar pasar finansial.

Menurut Taleb, beberapa angsa hitam menjelaskan hampir segala hal di dunia. Teori tersebut dapat menggambarkan suksesnya suatu gagasan dan agama, dinamika dalam peristiwa sejarah, bahkan elemen dalam kehidupan pribadi masing-masing orang. Ia mencontohkan kemunculan internet, komputer, Perang Dunia I, bubarnya Uni Soviet, dan Serangan 11 September, sebagai hal yang tidak terprediksi sehingga relevan dianggap sebagai angsa berwarna hitam.

Baca juga :  Berani Prabowo Buka Pandora Papers Airlangga?

Angsa hitam bisa berarti buruk atau baik. Serangan 11 September dapat menjadi penggambaran buruk dari teori tersebut. Sementara itu, contoh baik dari teori tersebut misalnya adalah penemuan telepon pintar.

Pemahaman terhadap teori ini tergolong amat bermanfaat. Mengetahui ancaman kehancuran sejak awal, dapat menghindarkan dari siapapun dari sesuatu yang tidak terduga dan berdampak masif.

Indonesia dan Angsa Putih

Jika melihat kondisi statistik Indonesia belakangan ini, sulit untuk membayangkan bahwa negeri ini akan ambruk. Beragam data yang tersedia menggambarkan bahwa Indonesia dalam kondisi yang sangat prima. Tidak hanya prima, beberapa pihak bahkan menggambarkan Indonesia akan menjadi negara yang besar di masa mendatang.

Hal ini misalnya digambarkan oleh laporan PricewaterhouseCoopers (PwC), sebuah perusahaan penyedia jasa profesional terkemuka. Dalam laporan tersebut, Indonesia diramalkan akan menjadi raksasa ekonomi nomor lima di dunia di tahun 2045.

Kondisi tersebut didukung misalnya dengan hal yang terjadi belakangan. Indonesia saat ini perlahan merangkak masuk 16 besar ekonomi terkuat di dunia. Selain itu, Indonesia juga saat ini masuk ke dalam G20, salah satu forum ekonomi utama di dunia.

Berdasarkan kondisi tersebut, Indonesia seperti sedang dikelilingi oleh angsa-angsa putih. Hampir tidak mungkin ada angsa berwarna hitam yang muncul dalam kondisi tersebut.

Meski begitu, sebagaimana de Vlamingh yang akhirnya menemukan angsa berwarna hitam di Australia, hal yang buruk bukan tidak mungkin menimpa negeri ini. Bisa saja muncul hal yang tidak terprediksi di tubuh negeri ini. Idealnya, negara ini tidak bersantai-santai dan tidak menyiapkan diri untuk yang terburuk.

Merujuk pada pendapat Andi Widjajanto, ancaman bagi Indonesia bisa saja muncul dalam wujud tertentu. Ia menggunakan tiga variabel kunci untuk skenario Indonesia yaitu tingkat kematangan demokrasi, rasio gini, dan tingkat pertumbuhan ekonomi.

Angsa hitam dapat muncul ketika terjadi krisis ekonomi yang disertai dengan memburuknya rasio gini dan kegagalan demokrasi. Ketika kondisi-kondisi tersebut telah terjadi, peluang Indonesia menjadi negara menjadi lebih besar.

Mengkapitalisasi Angsa Hitam

Fenomena soal angsa hitam bisa saja berujung bencana bagi siapapun yang ditimpanya. Akan tetapi, bukan berarti tidak ada kesempatan di balik teori tersebut. Sebagai sebuah teori yang membantu meramal masa depan, teori ini bisa saja menjadi pijakan awal untuk menghindari kehancuran.

Baca juga :  Belah PDIP, Anies Tersandera Sendiri?

Teori ini bisa menjadi asumsi awal untuk mempersiapkan diri dari sesuatu yang paling buruk. Tidak hanya itu, beberapa kalangan justru menganggap ada kesempatan di balik teori tersebut. Bukan hal yang tidak mungkin bahwa angsa hitam dapat dikapitalisasi sehingga membawa keberuntungan.

Idealnya, Indonesia memiliki perhatian khusus pada hal-hal yang tidak terduga. Meski begitu, menurut Taleb, hal ini tidak berarti  bahwa ada usaha untuk memprediksi yang tidak diprediksi. Yang terpenting menurutnya adalah membangun kekokohan menghadapi peristiwa-peristiwa buruk.

Menciptakan kekokohan dan kesadaran akan sesuatu yang tak terprediksi dapat membantu untuk menghadapi hal-hal yang tidak terprediksi. Jika terbiasa sadar dengan berbagai fenomena, maka ketika terjadi hal yang tidak terduga tersebut, maka jalan keluar lebih mudah dicari ketimbang terbiasa berleha-leha.

Kejadian-kejadian di masa lalu seperti bubarnya Uni Soviet rasanya cukup untuk menjadi pengingat bahwa hal semacam itu mungkin terjadi. Kejadian itu menjadi gambaran bahwa tidak ada yang pasti termasuk Indonesia menjadi besar atau bubar di 2030.

Angsa Hitam untuk Indonesia

Menurut Andi Widjajanto, Angsa hitam muncul untuk ditembak mati. Jika sejak awal sudah memiliki kesadaran, maka angsa tersebut dapat segera ditembak sehingga tidak berakibat lebih luas. Dengan begitu, skenario negara gagal, bubar, atau ambruk dapat segera dihindari.

Jika merujuk pada tiga variabel yang diungkapkan Andi, membunuh angsa tersebut dapat dilakukan dengan tiga hal. Ketiga hal tersebut adalah memastikan konsolidasi demokrasi terjadi, pemerataan ekonomi, dan meningkatkan investasi, belanja pemerintah, serta ekspor untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Apabila ketiga hal tersebut terbiasa dilakukan saat ini maka skenario Indonesia bubar dapat dicegah sejak awal. Kemunculan angsa hitam tidak begitu mengkhawatirkan karena senjata untuk menembaknya sudah disiapkan.

Sebagaimana disebut sebelumnya, angsa hitam tidak melulu harus dipandang negatif. Ungkapan ini dapat menjadi sesuatu yang baik jika berhasil dimanfaatkan dengan baik. Penemuan telepon pintar dan internet merupakan contoh dari ungkapan tersebut yang tidak dapat dikategorikan buruk.

Teori tersebut bisa digunakan menjadi sebagai resep rahasia agar negara ini benar-benar menjadi besar, alih-alih ambruk. Kejutan ala angsa berwarna hitam dapat membuat perubahan besar sehingga Indonesia dapat menjadi kekuatan yang diperhitungkan.

Indonesia bisa saja menciptakan angsa hitamnya sendiri agar bisa menjadi negara yang dipandang kuat secara global. Penelitian yang komprehensif bisa saja memunculkan senjata rahasia dan tidak terprediksi Indonesia yang menjadi angsa hitam bagi negara-negara lain di dunia. Oleh karena itu, memahami teori yang dikemukakan Taleb tersebut bukanlah hal yang merugikan. (H33)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut.

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

Membaca Siapa “Musuh” Jokowi

Dari radikalisme hingga anarko sindikalisme, terlihat bahwa ada banyak paham yang dianggap masyarakat sebagai ancaman bagi pemerintah. Bagi sejumlah pihak, label itu bisa saja...

Untuk Apa Civil Society Watch?

Ade Armando dan kawan-kawan mengumumkan berdirinya kelompok bertajuk Civil Society Watch. Munculnya kelompok ini jadi bahan pembicaraan netizen karena berpotensi jadi ancaman demokrasi. Pinterpolitik Masyarakat sipil...

Tanda Tanya Sikap Gerindra Soal Perkosaan

Kasus perkosaan yang melibatkan anak anggota DPRD Bekasi asal Gerindra membuat geram masyarakat. Gerindra, yang namanya belakangan diseret netizen seharusnya bisa bersikap lebih baik...