HomeNalar PolitikMencari Santri untuk Jokowi

Mencari Santri untuk Jokowi

Jokowi disarankan mencari pendamping dari kalangan santri agar tidak mudah diterpa isu SARA.


PinterPolitik.com

[dropcap]N[/dropcap]ama-nama calon pendamping Jokowi di 2019 nanti telah bertebaran. Beragam kalangan dari berbagai kategori mulai mengemuka untuk jadi calon orang nomor dua. Variannya cukup luas, mulai dari petinggi partai, militer, polisi, hingga pengusaha.

Semua nama-nama yang beredar disebut-sebut mampu melengkapi kekurangan Jokowi selama ini. Pasangan yang ideal tentu adalah figur yang dapat menambal sisi lemah kandidat petahana tersebut. Salah satu kriteria yang disarankan adalah figur yang dapat menahan Jokowi dari terpaan isu SARA.

Bagi beberapa pihak, isu tersebut dapat dibendung dengan cawapres dari kalangan santri. Dalam beberapa kesempatan, Jokowi kerap dihajar dengan isu-isu berbau identitas agama Islam. Cawapres santri disebut-sebut dapat meredam serangan isu tersebut pada Jokowi.

Lalu siapa sosok santri yang paling layak mendampingi mantan Wali Kota Solo tersebut? Berdasarkan survei yang beredar belakangan ini, muncul tiga nama utama yaitu Muhaimin Iskandar (Cak Imin), M. Romahurmuziy (Romy), dan M. Zainul Majdi  atau yang dikenal dengan Tuan Guru Bajang (TGB).

Menambal Lemah Jokowi

Jokowi merupakan tokoh yang kerap dianggap lemah dalam sisi identitas agama Islam. Beragam cara telah dilakukan mantan Gubernur Jakarta tersebut, namun masih belum berhasil memunculkan citra Jokowi yang benar-benar Islami.

Hal ini membuatnya kerap diserang oleh kelompok yang memakai identitas Islam. Jokowi seringkali disebut sebagai pemimpin yang anti-Islam. Beragam kebijakannya acapkali dianggap merugikan bagi kelompok Islam, terutama yang berhaluan radikal.

Pria asal Solo ini memang lebih kerap digolongkan sebagai kalangan nasionalis. Hal ini dikarenakan ia dibesarkan oleh partai dengan haluan nasionalis yaitu PDIP. Selain itu, ia juga dianggap mewakili unsur insan bisnis karena memiliki latar belakang sebagai pengusaha mebel.

Memiliki unsur nasionalis dan bisnis dipandang tidak cukup bagi Jokowi. Unsur Islam harus dipenuhi orang nomor satu tersebut agar kursi RI-1 dapat kembali direngkuh. Ketiga unsur tersebut harus dipadukan dalam satu pasangan agar kursi istana dapat direbut. Di sinilah cawapres santri dapat membantu menambal kelemahan Jokowi.

Jika Jokowi melirik kalangan santri sebagai cawapres, maka lengkap sudah formula yang diperlukan untuk menjadi orang nomor satu. Unsur agama Islam dapat melengkapi dua unsur yang telah dimiliki Jokowi yaitu nasionalis dan insan bisnis.

Selain itu, citra anti-Islam dapat dikikis secara perlahan melalui cawapres dari kalangan santri. Sulit untuk menyerang petahana tersebut dari sisi identitas agama jika calon wakilnya berasal dari kalangan dengan tradisi agama yang kuat.

Baca juga :  Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Santri Sebagai Kekuatan Politik

Kalangan santri atau pesantren secara umum memang memiliki kekuatan politik tersendiri. Sejak bertahun-tahun, unsur ini kerap terlibat dalam kancah perpolitikan negeri ini. Puncaknya terjadi saat KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menjadi presiden keempat negeri ini.

Santri dapat memenuhi unsur Islam yang menjadi salah satu prasyarat agar kursi istana dapat diraih. Gemblengan pendidikan Islam selama berada di pesantren membuat santri tidak memiliki masalah dalam pemahaman dan identitas agama tersebut.

Menurut Douglas Ramage, golongan santri memang dianggap sebagai kalangan Muslim yang taat. Kecenderungan politik golongan ini umumnya terkait pada partai-partai seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Masyumi. Berdasarkan hal tersebut, golongan santri dapat memiliki pengaruh pada kelompok Islam dengan cita rasa lokal seperti NU atau yang lebih puritan seperti Masyumi.

Jika merujuk pada identifikasi tersebut, maka memilih wapres dari kalangan santri dapat bermanfaat bagi Jokowi agar dapat meraup suara dari kalangan Islam tradisional dan puritan sekaligus. Hal ini lebih bermanfaat ketimbang memilih wakil dari kalangan nasionalis yang menurut Ramage adalah kalangan abangan.

Mencari Santri Ideal

Jika melihat survei belakangan, nama Cak Imin, Romy, dan TGB merupakan sosok santri teratas yang dijagokan untuk menjadi cawapres di 2019. Hal ini dikarenakan ketiga orang ini memiliki modal politik khusus yang dapat menarik massa pemilih di Pilpres kelak.

Cak Imin merupakan sosok yang sudah cukup lama malang-melintang di dunia politik. Saat ini, ia berada di pucuk pimpinan partai kebanggaan kaum Nahdliyin, PKB. Sosoknya saat ini memang tengah dibicarakan menjadi calon orang nomor dua di negeri ini seiring dengan gencarnya promosi yang ia lakukan.

Mencari Santri untuk Jokowi

Cak Imin tumbuh di lingkungan Nahdliyin yang amat kuat. Ia masih memiliki keturunan dari tokoh ulama NU terkemuka, yaitu KH. Bisri Syansuri. Selain itu, juga masih memiliki ikatan kekerabatan dengan Gus Dur.

Nama Cak Imin dapat menjadi daya tarik tersendiri bagi kaum Muslim moderat terutama kaum Nahdliyin. Hampir dipastikan suara dari kalangan ini di sepanjang Pulau Jawa akan tersapu bersih jika mengambil Cak Imin sebagai wakil.

Meskipun demikian, nama Cak Imin bisa saja kurang menjual bagi orang-orang dengan identitas Islam yang lebih puritan atau radikal. NU kerapkali berbeda pendapat dengan ormas Islam berbau radikal seperti FPI atau HTI. Hal ini dapat membuatnya tidak mendapat banyak dukungan dari golongan tersebut.

Ada pula sosok Romy yang saat ini menjabat sebagai Ketua Umum PPP. Nama Romy awalnya memang tidak banyak diperhitungkan sebagai capres atau cawapres. Meski begitu, dalam beberapa rilis survei belakangan, namanya perlahan mulai merangsek masuk.

Baca juga :  Jokowi's Secret Painting?

Sebagaimana Cak Imin, darah NU juga mengalir di tubuh Romy. Ia adalah putra dari KH. Tolchah Mansoer pendiri Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU). Ia juga tergolong santri intelek karena menempuh pendidikan di Institut Teknologi Bandung (ITB). Hal ini dapat memudahkan ia menarik suara dari kalangan Islam moderat seperti NU.

Dibanding Cak Imin, perolehan suara Romy di berbagai survei masih jauh tertinggal. Berarti, ia masih belum cukup diperhitungkan dalam politik tanah air. Padahal, ia adalah Ketua Umum PPP, partai yang cukup kaya sejarah di negeri ini. Selain itu, ia juga tidak akan banyak membantu perolehan suara kaum Muslim radikal seperti juga Cak Imin.

Alternatif lainnya muncul dalam sosok TGB. Gubernur NTB ini belakangan hangat dibicarakan sebagai salah satu figur potensial untuk menjadi cawapres. Sosoknya diprediksi akan melahirkan keuntungan tersendiri bagi siapapun yang menggandengnya di Pilpres nanti.

Nama TGB disinyalir akan lebih mudah disukai, baik oleh kalangan Muslim radikal maupun moderat. Bagi kalangan Muslim radikal, namanya dikenang sebagai orang yang bersikap santun ketika mendapat cacian bernada rasis.. Selain itu, ia juga dikenal sebagai hafizh atau penghapal ayat-ayat suci Alquran. Kedua hal tersebut membuat ia sangat dicintai kalangan Islam fundamentalis, terutama di media sosial.

Bagi kalangan Islam moderat seperti NU, nama TGB juga tidak akan sulit dijual. TGB dibesarkan oleh ormas Islam terbesar di NTB, yaitu Nahdlatul Wathan (NW). Beberapa pihak kerap menyamakan NU dengan NW. Secara genealogi, NU dan NW memang memiliki keterkaitan melalui KH Wahab Hasbullah. Mantan rais aam NU ini adalah salah satu pendiri NW yang menjadi cikal bakal NU di Jawa.

TGB juga tidak akan sulit dijual kepada golongan nasionalis. Ia berasal dari Partai Demokrat, partai yang memadukan citra nasionalis dan relijius sekaligus. Hal ini berarti TGB dapat menjangkau pemillih dari kalangan nasionalis dan Islam sekaligus. Ia juga berasal dari luar Jawa, sehingga dapat membentuk pasangan Jawa-luar Jawa bersama Jokowi.

Meskipun demikian, nama TGB masih belum cukup dikenal banyak orang. Dibanding Cak Imin misalnya, namanya masih kalah mentereng. Kiprahnya yang masih di tingkat lokal tampak masih belum menjual di tingkat nasional.

Masing-masing nama santri tersebut memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Pilihan tentu ada di tangan Jokowi, santri mana yang akan ia pinang, atau justru mencari wakil dari golongan lain? (H33)

Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut.

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

Membaca Siapa “Musuh” Jokowi

Dari radikalisme hingga anarko sindikalisme, terlihat bahwa ada banyak paham yang dianggap masyarakat sebagai ancaman bagi pemerintah. Bagi sejumlah pihak, label itu bisa saja...

Untuk Apa Civil Society Watch?

Ade Armando dan kawan-kawan mengumumkan berdirinya kelompok bertajuk Civil Society Watch. Munculnya kelompok ini jadi bahan pembicaraan netizen karena berpotensi jadi ancaman demokrasi. Pinterpolitik Masyarakat sipil...

Tanda Tanya Sikap Gerindra Soal Perkosaan

Kasus perkosaan yang melibatkan anak anggota DPRD Bekasi asal Gerindra membuat geram masyarakat. Gerindra, yang namanya belakangan diseret netizen seharusnya bisa bersikap lebih baik...