HomeNalar PolitikKemiskinan Pemicu Politik SARA?

Kemiskinan Pemicu Politik SARA?

Kecil Besar

Benarkah politik yang berbau SARA dipicu oleh angka kemiskinan yang masih tinggi di Indonesia?


PinterPolitik.com

[dropcap]P[/dropcap]opulasi penduduk Indonesia yang majemuk, di satu sisi dianggap sebagai salah satu kekayaan budaya nusantara. Akan tetapi, di sisi lain justru berpotensi untuk memicu munculnya fenomena politik yang berbau SARA. Mengapa begitu?

Yah, mungkin karena suku, agama, ras maupun budaya setiap daerah di Indonesia berbeda-beda. Hal ini yang kadang menimbulkan konflik, jika tidak disertai dengan kesadaran untuk saling menghargai dan menghormati satu- sama lain.

Akan tetapi, Pak Rizal Ramli justru melihatnya dari kacamata yang berbeda. Ia mengatakan bahwa jika ingin isu SARA berkurang di Indonesia, maka langkah pertama yang perlu dilakukan adalah memberantas kemiskinan. Ahammm, mentang-mentang punya latar belakang sebagi orang ekonomi, maka persoalan kemiskinan dianggap sebagai faktor penyebab munculnya politik SARA, gitu? Apakah ini satu-satunya alasan?

Bagaimana menghubungkan antara perut yang kelaparan dengan politik yang berbau SARA? Ada yang tau? Kalau gitu, mari kita sama-sama cari tau.

Sebenarnya pendapat mantan Menko Perekonomian di era Gus Dur ini ada benarnya kok. Hanya kalau menitikberatkan pada persoalan kemiskinan aja lalu mengabaikan faktor lainnya, itu juga kurang tepat. Bukankah masih ada sederet faktor lain yang tak kalah penting dengan kemiskinan?

Misalnya faktor pendidikan. Sebenarnya ini salah satu faktor yang nggak bisa diabaikan begitu aja. Kalau nggak sekolah, emang bisa dapat pekerjaan yang layak?

Boro-boro mau dapat kerjaan yang layak, yang ada malah bikin angka buta huruf maupun pengangguran makin tinggi, ya nggak? Justru ini yang kemudian memicu kemiskinan kian tak terbendung. Tapi, sebenarnya kemiskinan juga bisa menyebabkan seseorang terancam putus sekolah karena keterbatasan dana. Jadi sebenarnya kedua faktor ini saling tumpang tindih.

Baca juga :  Prabowo Lost in Translation

Faktor lainnya adalah soal situasi politik di negeri ini. Dinamika politik Indonesia yang cenderung masih sarat dengan politik transaksional menyebabkan korupsi merajalela. Selain itu, hal ini turut mendorong para politikus dan partai-partai politik memanfaatkan kondisi masyarakat Indonesia untuk mewujudkan segala ambisi  dan kepentingan pribadinya.

Fenomena Pilkada berubah rupa menjadi Pil- nggak ada. Janji manis sewaktu kampanye, berubah   menjadi ‘pil pahit’ setelah terpilih menjadi pemimpin daerah atau menjadi wakil rakyat. Nah, kalau begitu mana yang perlu diberantas terlebih dahulu? Atau perlu diberantas secara serentak? (K-32)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Yassierli, PHK, dan Kegagalan Menteri Dosen

Gelombang PHK massal terjadi di banyak tempat. Namun, Menaker Yassierli tampak 'tak berkutik' meski punya segudang kajian sebagai dosen.

Titiek Puspa: ‘Pinnacle’ Nyanyian Soeharto?

Penyanyi legendaris, Titiek Puspa, yang meninggal dunia pada Kamis (10/3) kemarin kerap disebut "penyanyi Istana." Mengapa demikian?

PHK Indonesia, Waspada Sindrom Katak Rebus? 

Bahaya PHK masih terus mengancam Indonesia. Bagaimana kita bisa mengambil pelajaran besar dari permasalahan ini? 

The Tale of Budi Gunawan

Kehadiran Budi Gunawan dalam pertemuan antara Megawati Soekarnoputri dan Prabowo Subianto kembali menegaskan posisinya sebagai salah satu lingkar elite yang berpengaruh.

How About Dasco’s Destiny?

Peran, manuver, serta konstruksi reputasi Sufmi Dasco Ahmad kian hari seolah kian membuatnya tampak begitu kuat secara politik. Lalu, mengapa itu bisa terjadi? Serta bagaimana peran Dasco dalam memengaruhi dinamika politik-pemerintahan dalam beberapa waktu ke depan?

Prabowo & Trump Alami “Warisan” yang Sama?

Kebijakan tarif perdagangan Amerika Serikat (AS) jadi sorotan dunia. Mungkinkah ada intrik mendalam yang akhirnya membuat AS terpaksa ambil langkah ini?

Didit The Peace Ambassador?

Safari putra Presiden Prabowo Subianto, Ragowo Hediprasetyo Djojohadikusumo atau Didit, ke tiga presiden RI terdahulu sangat menarik dalam dinamika politik terkini. Terlebih, dalam konteks yang akan sangat menentukan relasi Presiden Prabowo, Joko Widodo (Jokowi), dan Megawati Soekarnoputri. Mengapa demikian?

Prabowo Lost in Translation

Komunikasi pemerintahan Prabowo dinilai kacau dan amburadul. Baik Prabowo maupun para pembantunya dianggap tak cermat dalam melemparkan tanggapan dan jawaban atas isu tertentu kepada publik, sehingga gampang dipelintir dan dijadikan bahan kritik.

More Stories

PDIP dan Gerindra Ngos-ngosan

PDI Perjuangan dan Gerindra diprediksi bakal ngos-ngosan dalam Pilgub Jabar nanti. Ada apa ya? PinterPolitik.com Pilgub Jabar kian dekat. Beberapa Partai Politik (Parpol) pun mulai berlomba-lomba...

Arumi, ‘Srikandi Baru’ Puan

Arumi resmi menjadi “srikandi baru” PUAN. Maksudnya gimana? PinterPolitik.com Fenomena artis berpolitik udah bukan hal baru dalam dunia politik tanah air. Partai Amanat Nasional (PAN) termasuk...

Megawati ‘Biro Jodoh’ Jokowi

Megawati tengah mencari calon pendamping Jokowi. Alih profesi jadi ‘biro jodoh’ ya, Bu? PinterPolitik.com Kasih sayang dan pengorbanan seorang ibu laksana lilin yang bernyala. Lilin...