PAN sudah merapat ke kubu Khofifah, sedangkan PKS dan Gerindra memilih di samping Gus Ipul. Koalisi ‘trisula maut’ tersebut gagal di Jatim.
PinterPolitik.com
[dropcap]P[/dropcap]emilihan Gubernur (Pilgub) Jawa Timur (Jatim) terus mengalami perubahan alur. Koalisi antara Gerindra, PAN dan Pe-ka-es sudah dipastikan batal. PAN telah memutuskan untuk mengusung Khofifah dan Emil Dardak. Sementara itu, Pe-ka-es dan Gerindra malah merapatkan diri ke kubu Gus Ipul. Otomatis, koalisi ‘trisula maut’ pecah kongsi dan impian ‘politik sendiri’ ala Gerindra batal.
Positif saja mendukung Gus Ipul asalkan ada komitmen bersama untuk tak gunakan isu SARA karena itu berpotensi perang saudara antar sesama. Dan saya yakin Gus Ipul akan menolak mentah mentah kampanye seperti ini
— Andri Widjaya (@tjiktao) January 10, 2018
Sebenarnya manuver yang dilakukan oleh Gerindra, PAN maupun Pe-ka-es cukup mengejutkan. Soalnya ketiga partai ini dan Gerindra sudah diidentikkan sebagai tiga serangkai yang sulit terpisahkan. Bahkan koalisi ini terbukti sukses pada Pilgub DKI Jakarta beberapa waktu lalu. Tapi, mengapa di Jatim malah memuutskan untuk berpisah? Hm, di sini saya sering merasa bingung.
Namanya politik apa aja bisa terjadi. Hari ini bisa aja mesra-mesraan, besok belum tentu demikian. Hari ini saling sikut, besok malah berubah jadi pengikut. Iya memang aneh tapi nyata lho. Konon, dalam berpolitik hanya satu hal yang nggak berubah yaitu kepentingan. Makanya, nggak heran kalau banyak yang bilang kalau politik dan kepentingan itu seperti ‘motor dan bensin’, berbeda rupa namun saling melengkapi.
Lantas manuver yang dilakukan oleh Gerindra, PAN dan Pe-ka-es menjelang Pilgub Jatim, apakah ada indikasi demikian? Itu sudah pasti. Mungkin saat di Jakarta kemarin, mereka bisa menang karena punya kandidat yang ‘kuat’. Tapi, kalau di Jatim mereka kayak-nya nggak punya sosok yang mumpuni untuk diusung.
Maka, mau nggak mau, suka nggak suka, enak nggak enak, mereka perlu banting setir atau pecah kongsi. Tentu ini bertujuan agar mereka nggak kehilangan suara di Jatim. Saya pikir sah-sah aja sih, soal manuver yang dilakukan oleh ketiga ‘trisula maut’ ini. Yah, nggak papa kalau ada yang ngecap sebagai ‘kutu loncat’, dari pada ujung-ujung ‘mati kutu’ di Jatim. Emang mau kayak gitu? (K-32)