Jumlah pengangguran saat ini sudah mencapai 7 juta jiwa! Jadi, kata kakak Natalius Pigai, Pakde nggak usah nyapres lagi di 2017. Ciyuss, kak?
PinterPolitik.com
[dropcap]L[/dropcap]agi ribut-ributnya konflik di Papua, eh muncul pernyataan lain dari tokoh politik asal Papua yang meminta Pakde tidak usah maju lagi pada Pilpres 2019.
Abdul ingat kakak Natalius sebagai salah satu orang yang menghiasi layar televisi saat Komnas HAM melakukan investigasi atas tragedi 1965 beberapa tahun lalu. Saat itu, Abdul dan teman-teman menantikan hasil investigasi terhadap tragedi paling memilukan dalam sejarah bangsa ini.
Eh, sayang, hasil yang ditampilkan tidak sesuai harapan. Apalagi tidak ada kelanjutan dari investigasi tersebut, termasuk terhadap pihak-pihak yang dianggap bertanggungjawab.
Yang ada waktu itu adalah debat antara kakak Natalius dengan Jenderal Kivlan. Seru sih debatnya, tetapi ya sekedar buat naikin rating TV yang nyiarin.
Kakak Natalius juga sering muncul di TV kalau ada acara diskusi yang nama acaranya ada club-club-nya di TV Bone – itu loh, TV yang memang beda.
Bagi sebagian pihak, kakak Natalius bisa menjadi wakil dari orang-orang Indonesia di bagian timur, terutama dari Papua. Kehadiran Kakak Natalius bisa menjadi bukti aspirasi masyarakat Papua, walaupun tidak sedikit yang juga mengkritik kakak Natalius.
Terlepas dari persoalan tersebut, menurut Abdul, persoalan di Papua itu sangat memprihatinkan. Wilayah yang kaya dan subur dengan segala potensi alam yang berlimpah. Tidak salah kakak Edo Kondoligit bilang Papua itu ‘surga kecil (yang) jatuh ke bumi’.
Hanya saja, sejak zaman kemerdekaan sampai sekarang, masyarakatnya selalu jauh tertinggal. Mereka hidup di sekitar ceruk-ceruk tambang emas dan logam berharga, tetapi tidak menikmati kekayaan tersebut.
Kakak Natalius mungkin menjadi salah satu putra daerah yang punya nama dalam politik nasional. Sementara di sana masih banyak putra-putri Papua yang jangankan sekolah, gizinya saja sulit terpenuhi.
Yang sering ada di Papua adalah suara senapan para gerilyawan OPM, atau harga-harga kebutuhan pokok yang mahalnya minta ampun. Yang murah mungkin cuma tuak atau swansrai – sejenis minuman keras lokal Papua.
Tapi, kok aneh ya. Bukankah saat ini Pakde sedang menggenjot pembangunan di wilayah Indonesia timur dan Papua? Harusnya sebagai warga Papua kakak Natalius mendukung dong. Kenapa malah mengkritik ya?
Ya elah, Dul. Kritik itu bagus. Itu artinya ada yang memperhatikan kepemimpinan Pakde saat ini. Kan kalau dikritik bagus dong buat perbaikan kinerja pemerintah!
Iya, sih. Pakde memang harus dikritik, apalagi tentang persoalan ekonomi yang bikin pusat perbelanjaan sepi dan kehilangan pembeli atau pajak yang ditarik-tarik dari masyarakat miskin.
Ah, yang penting kritiknya bukan pesanan dan murni karena persoalan kebangsaan, ya kak.
Semua tahu di Papua ada apa dan itu yang selalu bikin ribut!
Ah, republik!
(S13)