HomeNalar Politik"Dosa" di Balik Siasat Trump Kuasai Antariksa 

โ€œDosaโ€ di Balik Siasat Trump Kuasai Antariksa 

Kecil Besar

Dengarkan artikel berikut. Audio ini dibuat dengan teknologi artificial intelligence (AI)

Donald Trump, Presiden ke-47 Amerika Serikat (AS) memiliki ambisi yang begitu besar terhadap program keantariksaan. Mengapa demikian? 


PinterPolitik.com 

Donald Trump resmi menjadi orang terpenting di Amerika Serikat (AS), setelah dilantik sebagai Presiden ke-47 pada 20 Januari silam. Kembalinya Trump sebagai pimpinan tertinggi pemerintahan AS diprediksi akan membawa banyak perubahan, dan ini dibuktikan setelah dirinya menandatangani puluhan peraturan presiden (perpres), yang sebagian bahkan menganulir kebijakan pendahulunya, yakni Joe Biden. 

Menariknya, salah satu sektor yang diprediksi kuat akan mengalami banyak perubahan di bawah kepemimpinan Trump adalah sektor teknologi dan antariksa. Komitmen Trump terhadap kapabilitas keantariksaan AS salah satunya diwujudkan melalui penunjukan posisi kunci dalam badan terkait, seperti lembaga antariksa AS (NASA) dan matra militer AS di bidang antariksa, Space Force. 

Terkait NASA misalnya, Trump resmi menunjuk eks-astronot SpaceX, sekaligus miliarder Jared Isaacman, penempatan orang tersebut digadang-gadangkan jadi bukti bahwa NASA akan memiliki peningkatan kepentingan di bawah Trump. Sementara, Space Force, matra yang dahulu awalnya juga didirikan oleh Trump, pun digadang-gadangkan akan menerima peningkatan anggaran sebesar tiga kali lipat. 

Selain itu, hubungan dekat Trump dengan Elon Musk, CEO SpaceX, juga menarik perhatian. Musk dikenal memiliki ambisi besar untuk eksplorasi antariksa dan pertambangan di ruang angkasa. 

Tidak hanya itu, saat setelah Trump dilantik sebagai presiden kemarin, ia juga berjanji bahwa akan mendaratkan astronot AS di Planet Mars, sebuah pencapaian yang hingga saat ini belum bisa dilakukan oleh negara manapun. 

Semua langkah ini menimbulkan pertanyaan: mengapa Trump begitu terobsesi dengan antariksa? Apakah ini bagian dari visinya untuk mewujudkan slogan โ€œMake America Great Againโ€ (MAGA)? 

Baca juga :  Apapun Intriknya, Benarkah Jokowi Pemenangnya?
image

Program Antariksa, โ€œOriginal Sinโ€ Trump? 

Di balik narasi pengembangan teknologi dan eksplorasi ilmiah, ambisi antariksa Trump dapat dianalisis sebagai manifestasi hard power Amerika Serikat. Hal ini dapat dilihat melalui kerangka teori original sin yang diperkenalkan oleh ilmuwan astropolitik ternama, Bleddyn Bowen. 

Teori original sin dari Bleddyn Bowen menjelaskan bahwa sejak awal, penggunaan antariksa oleh negara-negara besar selalu dipengaruhi oleh logika kekuasaan dan keamanan. Bowen berpendapat bahwa aktivitas antariksa memiliki akar militer dan geopolitik yang dalam. Sebagai contoh, satelit pertama, Sputnik, diluncurkan oleh Uni Soviet pada 1957, tidak hanya sebagai pencapaian teknologi, tetapi juga sebagai simbol kekuatan militer yang mampu meluncurkan rudal balistik antarbenua. 

Dalam konteks ini, peningkatan fokus Trump pada Space Force dan NASA mencerminkan upaya memperkuat hard power AS. Space Force, yang awalnya dibentuk oleh Trump pada masa jabatan sebelumnya, bukan sekadar cabang militer baru, tetapi alat strategis untuk mempertahankan dominasi Amerika di ruang angkasa.  

Dengan meningkatnya persaingan dari negara-negara seperti China dan Rusia, yang juga mengembangkan teknologi antariksa dan senjata berbasis ruang angkasa, kebijakan Trump menunjukkan bahwa antariksa tidak hanya dilihat sebagai ruang eksplorasi, tetapi juga medan pertempuran masa depan. 

Bersamaan dengan itu, kedekatan Trump dengan pengusaha yang berkaitan dengan teknologi antariksa seperti Elon Musk dan SpaceX-nya, juga dapat dilihat melalui lensa original sin. Meskipun Musk sering menekankan eksplorasi Mars sebagai langkah untuk menyelamatkan umat manusia, kerjasama SpaceX dengan pemerintah AS dalam meluncurkan satelit militer dan menyediakan roket untuk misi keamanan nasional menunjukkan keterkaitan yang erat antara sektor swasta dan kepentingan geopolitik. 

Menariknya, jika teori original sin ini benar-benar bisa diterapkan kepada Trump, ada indikasi hal ini tidak akan sebatas perubahan arah kebijakan saja, tetapi sesuatu yang lebih besar. 

Baca juga :  Ini Akhir Cerita Thohir Brothers?
image

Memori Space Race Perang Dingin? 

Kebijakan antariksa Donald Trump menunjukkan kesamaan yang signifikan dengan semangat perlombaan antariksa di era Perang Dingin. Saat itu, persaingan antara Amerika Serikat dan Uni Soviet tidak hanya berpusat pada kemajuan teknologi, tetapi juga menjadi medan ideologis yang menentukan supremasi kekuatan global.  

Peluncuran Sputnik oleh Soviet pada tahun 1957 memicu perlombaan antariksa yang mendorong AS untuk mempercepat program antariksanya, termasuk pencapaian monumental seperti pendaratan di Bulan pada 1969. Ini bukan hanya kemenangan teknologi, tetapi juga simbol kemenangan kapitalisme dan demokrasi atas komunisme. 

Trump tampaknya memanfaatkan kembali dinamika serupa, kali ini dalam konteks multipolaritas abad ke-21. Dengan China yang secara agresif mengembangkan program antariksa seperti stasiun antariksa Tiangong dan rencana misi ke Bulan, Trump melihat antariksa sebagai arena untuk menegaskan kembali dominasi AS. Peningkatan anggaran Space Force dan komitmennya untuk misi ke Mars mencerminkan pendekatan kompetitif yang mengingatkan pada logika zero-sum game di era Perang Dingin, di mana setiap langkah maju oleh satu negara dipandang sebagai ancaman bagi yang lain. 

Namun, kalaupun hal ini memang benar, implikasinya belum tentu sepenuhnya buruk, karena bagaimanapun juga, persaingan yang terjadi ketika Perang Dingin melahirkan sesuatu yang sangat positif kala itu, yakni perkembangan teknologi yang begitu pesat, perkembangan ini pada akhirnya sangat bermanfaat untuk dunia medis dan komersial lainnya. 

Bagaimanapun juga kenyataannya nanti, menarik untuk kita terus simak dinamika keantariksaan Amerika di bawah kepemimpinan Donald Trump. (D74)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Sejauh Mana โ€œKesucianโ€ Ahok?

Pasca spill memiliki catatan bobrok Pertamina dan dipanggil Kejaksaan Agung untuk bersaksi, โ€œkesucianโ€ Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok seolah diuji. Utamanya, terkait pertaruhan apakah dirinya justru seharusnya bertanggung jawab atas skandal dan kasus rasuah perusahaan plat merah tempat di mana dirinya menjadi Komisasis Utama dahulu.

Teror Soros, Nyata atau โ€œHiperbolaโ€? 

Investor kondang George Soros belakangan ramai dibincangkan di media sosial. Apakah ancaman Soros benar adanya, atau hanya dilebih-lebihkan? 

Begitu Sulit Sri Mulyani

Kementerian Keuangan belum juga memberikan paparan kinerja APBN bulan Januari 2025.

Mitos โ€œHantu Dwifungsiโ€, Apa yang Ditakutkan?

Perpanjangan peran dan jabatan prajurit aktif di lini sipil-pemerintahan memantik kritik dan kekhawatiran tersendiri meski telah dibendung sedemikian rupa. Saat ditelaah lebih dalam, angin yang lebih mengarah pada para serdadu pun kiranya tak serta merta membuat mereka dapat dikatakan tepat memperluas peran ke ranah sipil. Mengapa demikian?

Inikah Akhir Hidup NATO?

Perbedaan pendapat antara Amerika Serikat (AS) dan negara-negara anggota Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) belakangan terlihat semakin kentara. Apa maknanya?

Apocalypse Now Prabowo: Sritex dan Tritum Konfusianisme

Badai PHK menghantui Indonesia. Setelah Sritex menutup pabriknya dan menyebabkan 10 ribu lebih pekerja kehilangan pekerjaan, ada lagi Yamaha yang disebut akan menutup pabrik piano yang tentu saja akan menyebabkan gelombang pengangguran.

Tiongkok Pesta Thorium, Bisa Pantik โ€œPerangโ€? 

Dunia dihebohkan dengan kabar bahwa Tiongkok berhasil menemukan cadangan thorium yang jumlahnya diprediksi bisa menghidupi kebutuhan energi negara tersebut selama 60 ribu tahun. Kira-kira, apa dampak geopolitik dari hal ini? 

Ini Akhir Cerita Thohir Brothers?

Mega korupsi Pertamina menguak dan mulai terarah ke Menteri BUMN, Erick Thohir, dan sang kakak, Garibaldi atau Boy Thohir. Utamanya, terkait jejaring kepentingan personal dan politik yang bisa saja akan menjadi pertimbangan Presiden Prabowo Subianto kelak atas sebuah keputusan. Benarkah demikian?

More Stories

Teror Soros, Nyata atau โ€œHiperbolaโ€? 

Investor kondang George Soros belakangan ramai dibincangkan di media sosial. Apakah ancaman Soros benar adanya, atau hanya dilebih-lebihkan? 

Inikah Akhir Hidup NATO?

Perbedaan pendapat antara Amerika Serikat (AS) dan negara-negara anggota Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) belakangan terlihat semakin kentara. Apa maknanya?

Tiongkok Pesta Thorium, Bisa Pantik โ€œPerangโ€? 

Dunia dihebohkan dengan kabar bahwa Tiongkok berhasil menemukan cadangan thorium yang jumlahnya diprediksi bisa menghidupi kebutuhan energi negara tersebut selama 60 ribu tahun. Kira-kira, apa dampak geopolitik dari hal ini?