Dengarkan artikel ini:
Presiden terpilih, Prabowo Subianto, akan dilantik pada 22 Oktober 2024 mendatang. Bagaimana dengan nasib Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjelang dan setelah pelantikan nanti?
“I hope I deserve this. Truly, I do. I hope I’m wrong. Goodbye, old friend” – Varys, “The Bells” dalam Game of Thrones (2011-2019)
Dalam kontestasi politik, persaingan dan perebutan kekuasaan adalah hal yang biasa terjadi. Malahan, perebutan kekuasaan memang harus ada karena itulah sifat alamiah dari politik.
Namun, tendensi konfliktual bukanlah satu-satunya fitur utama dalam politik. Selain sebagai makhluk politik, manusia jugalah makhluk sosial.
Artinya, setiap manusia juga berinteraksi sosial, menciptakan hubungan-hubungan sosial yang berarti. Salah satu hubungan interpersonal yang bisa saja muncul dalam politik adalah sekutu atau kawan.
Mungkin, bagi penggemar Game of Thrones (2011-2019), duo kawan yang paling memorable dalam serial itu adalah Tyrion Lannister dan Varys. Kedua pemikir dan ahli strategi ini akhirnya bisa menjadi teman sepemikiran meskipun sebelumnya saling curiga ketika pertama bertemu.
Merekapun sampai pergi dari King’s Landing demi mencari sosok Ratu Adil yang bisa memimpin Westeros. Keduanya juga akhirnya tiba di Essos dan membantu sang ratu baru, yakni Daenerys Targaryen.
Meski begitu, pertemanan mereka berakhir karena perbedaan cara dalam menjalankan idealisme mereka. Ketika Varys menyadari bahwa Daenerys bukanlah sosok Ratu Adil tersebut, Varys-pun memberontak.
Tyrion sudah menyarankan agar Varys menahan diri. Namun, pada akhirnya, Tyrion-pun tidak bisa dan bersedia melakukan apa-apa ketika dieksekusi, walaupun Tyrion adalah tangan kanan dari sang ratu.
Dalam dunia nyata, perkawanan politik seperti ini tampaknya juga terjadi. Salah satunya mungkin adalah perkawanan antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan presiden terpilih, Prabowo Subianto.
Mirip Tyrion dan Varys, keduanya mulanya di kubu yang berbeda. Namun, seiring berjalannya waktu, Jokowi dan Prabowo akhirnya saling membantu dalam menjalankan pemerintahan dan, akhirnya, Prabowo terpilih menjadi presiden 2024-2029.
Namun, bagaimana dengan nasib Jokowi setelah itu, mengingat banyak persoalan kini tampak semakin menghantui di akhir masa pemerintahannya? Mengapa nasib Jokowi kini berada di tangan Prabowo?
Jokowi dan Ancaman Kutukan Pasca-kepresidenan
Berbagai hal buruk kerap menjadi ketakutan bagi umat manusia, khususnya hal-hal yang tidak bisa dipastikan di masa depan. Hal-hal buruk tak terjawab yang tidak bisa ditemukan alasan pastinya ini kerap disebut sebagai kutukan.
Dalam Game of Thrones sendiri, misalnya, terdapat sebuah kutukan yang disebut sebagai Kutukan Garin. Kutukan ini membayangi para penyerang dari Valyria yang menginvasi Rhoynar.
Kaum Valyria ini akhirnya berhasil menahan pangeran mereka, Garin the Great, dan memperbudak bangsa Rhoynar. Garin akhirnya memohon pada dewinya untuk membebaskan bangsanya.
Keinginan ini akhirnya terwujud ketika air pasang dan menenggelamkan pada penyerang Valyria. Sejak saat itu, kaum Valyria dikutuk dengan tetap hidup di bawah air sembari menyebarkan kutukannya yang membuat manusia lain berubah menjadi batu.
Tidak hanya di Game of Thrones, kutukan juga menjadi misteri di perpolitikan. Salah satu kutukan politik yang terkenal adalah kutukan pasca-kepresidenan di Korea Selatan (Korsel).
Jason Morgan dan Kenji Yoshida dalam tulisannya di The Diplomat-pun menyebutkan sejumlah mantan presiden Korsel yang terkena kutukan ini. Beberapa di antaranya adalah Syngman Rhee, Park Chung-hee, Chun Doo-hwan, dan seterusnya.
Setiap mendekati atau setelah masa jabatan mereka berakhir, ancaman kekerasan hingga kasus hukum akan membayangi mereka. Lee Myung-bak, misalnya, terjegal kasus penghindaran pajak setelah masa kepresidenannya berakhir pada tahun 2013.
Kutukan yang mirip-pun tampaknya eksis di Indonesia. Hampir semua presiden Indonesia mengalami atau dihantui banyak persoalan setelah lengser.
Soekarno, misalnya, menjadi tahanan rumah setelah lengser. Kemudian, Soeharto dibayangi oleh kasus-kasus korupsi usai Orde Baru berakhir. Lalu, ada juga Megawati Soekarnoputri yang dibayangi kasus seperti kebijakan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Bukan tidak mungkin, Jokowi juga dibayangi kutukan pasca-kepresidenan juga. Pasalnya, meski memiliki tingkat kepercayaan publik yang tinggi, banyak kasus dan kecurigaan publik turut menyoroti pemerintahan Jokowi selama ini.
Lantas, bagaimana dengan nasib Jokowi bila nanti lengser dan digantikan oleh presiden terpilih, Prabowo? Mengapa nasib Jokowi kini berada di tangan Prabowo?
Semua Tergantung Prabowo?
Status memang turut memberikan manusia kekuatan dan pengaruh atas orang lain. Setidaknya, jabatan presiden bisa memberikan kekuatan sendiri bagi individu dalam memimpin dan menjalankan kebijakan-kebijakannya.
Setidaknya, begitulah konsep kekuatan presiden (presidential power) dari Richard Neustadt dapat dipahami. Dalam bukunya yang berjudul Presidential Power and the Modern Presidents: The Politics of Leadership from Roosevelt to Reagan, dijelaskan bahwa, sebagai presiden, individu pemimpin tidak hanya mengandalkan otoritasnya sebagai kepala pemerintahan, melainkan juga mengandalkan persuasi dan negosiasi.
Bagaimana caranya agar persuasi ini bisa berjalan? Jawabannya adalah dengan menjalin hubungan personal dengan banyak pihak di berbagai cabang kekuasaan, mulai dari eksekutif, legislatif, hingga yudikatif.
Tujuannya adalah agar kebijakan dan program yang ingin dilaksanakan presiden bisa berjalan dengan baik. Ketika presiden memiliki kemampuan untuk mengajak atau bernegosiasi dengan hubungan-hubungan personalnya di cabang kekuasaan lain, kepentingannya untuk menjalankan kebijakan juga akan lebih terakomodasi.
Jokowi mungkin bisa menggunakan presidential power untuk mengajak banyak pemangku kepentingan untuk meloloskan sejumlah kebijakan yang bisa menjadi warisannya. Salah satu yang terbesar adalah Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara.
Namun, seiring berjalannya waktu menuju akhir jabatannya, berbagai persoalan di IKN mulai mencuat dan menjadi sorotan publik. Keraguan publik bahwa IKN bisa berhasilpun semakin melonjak.
Belum lagi, muncul rumor yang mengatakan bahwa Prabowo belum tentu akan memprioritaskan pembangunan IKN sebagai fokus dari pemerintahannya nanti. Prabowo disebut lebih tertarik untuk mewujudkan janjinya, yakni makan bergizi gratis.
Pada akhirnya, nasib Jokowi akan bergantung pada Prabowo. Pasalnya, bila IKN tidak berhasil, bukan tidak mungkin hantu kutukan besar ini akan membayangi Jokowi setelah tidak lagi menjabat sebagai presiden.
Layaknya Tyrion dan Varys, ketidaksepakatan sebuah duo bisa saja menuju pada kejatuhan atas salah satunya. Semua akhirnya bergantung pada persoalan siapa yang bangkit dan siapa yang jatuh dari duo tersebut. (A43)