HomeHeadlineKoalisi Pilkada, Tes dari Prabowo?

Koalisi Pilkada, Tes dari Prabowo?

Dengarkan artikel ini:

Audio ini dbuat menggunakan AI.

Partai-partai politik anggota Koalisi Indonesia Maju (KIM) terlihat masih menimbang-nimbang calon kepala daerah yang akan diusung di sejumlah Pilkada, salah satunya Jakarta. Mengapa ini bisa menjadi tes dari Prabowo Subianto?


PinterPolitik.com

“I-I got loyalty, got royalty inside my DNA” – Kendrick Lamar, “DNA.” (2017)

Dalam sebuah wawancara pada tahun 2017 silam di The Breakfast Club, seorang penyanyi rap (rapper) ternama yang dikenal sebagai Kendrick Lamar menjelaskan apa arti kesetiaan baginya.

Kendrick-pun menjelaskan bahwa kesetiaan adalah nilai yang telah diajarkan oleh ibunya sejak kecil. Sang rapper dari Compton, California, itu mengatakan bahwa siapapun yang ada di sampingnya hari ini adalah orang-orang yang sudah bersamanya sejak hari pertama.

Ini menandakan bahwa kesetiaan adalah nilai yang mempertahankan ikatan mereka meskipun keadaan senantiasa berubah. “Pada akhir hari, kau akan selalu meinginginkan orang-orang sejati di sekelilingmu,” ujar Kendrick dalam wawancara itu.

Well, itu adalah nilai kesetiaan yang ada di komunitas hip-hop. Bagaimana dengan nilai kesetiaan dalam dunia politik, khususnya di Indonesia?

Mungkin, banyak orang mengatakan bahwa tidak akan ada kesetiaan dalam politik. Namun, sebenarnya, nilai kesetiaan masih menjadi nilai yang dilihat penting.

Contoh paling mudahnya mungkin adalah ketika mantan Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo menyatakan penolakan terhadap kedatangan tim nasional (timnas) Israel di Piala Dunia U-20.

PDIP-pun mengklaim bahwa penolakan itu merupakan ujian kesetiaan dari Ketua Umum (Ketum) PDIP Megawati Soekarnoputri kepada Ganjar. Pembuktian kesetiaan ini pula yang disebut bisa membuat Ganjar bisa diusung PDIP di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Contoh pembuktian kesetiaan politik di Indonesia-pun tidak hanya itu. Dalam beberapa bulan ke depan, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 di berbagai daerah akan dilaksanakan serentak dan sejumlah partai politik (parpol) sedang saling bernegosiasi soal koalisi dan calon yang diusung.

Penentuan koalisi di Pilkada ini bisa dibilang juga akan menjadi penentuan dalam dinamika politik nasionl. Lantas, mengapa demikian? Mengapa ini menjadi pembuktian kesetiaan dari presiden terpilih RI, Prabowo Subianto?

Prabowo Is the New ‘King’?

Sudah bukan menjadi rahasia lagi bahwa politik Indonesia dipenuhi dengan berbagai perebutan sumber. Ini terjadi dalam tiap pemilihan umum (Pemilu), mulai dari Pemilihan Legislatif (Pileg), Pilkada, hingga Pilpres.

Ini dijelaskan dengan cermat oleh Edward Aspinall dalam tulisannya yang berjudul “A Nation in Fragments.” Dalam tulisan itu, Aspinall menjelaskan bahwa demokrasi Indonesia dipenuhi dengan kelompok-kelompok yang saling terfragmentasi.

Kelompok-kelompok ini kemudian saling memperebutkan sumber yang terbatas, termasuk sumber politik dan ekonomi. Karena itu, banyak kelompok akhirnya juga menginginkan akses sumber kepada penguasa, menciptakan sistem patronase.

Ini juga sejalan dengan penjelasan Benedict R. O’G. Anderson dalam bukunya yang berjudul Language and Power: Exploring Political Cultures in Indonesia, yamg mana menjelaskan bahwa pola kekuatan politik Indonesia berbentuk seperti sebuah mandala.

Di pusat mandala, terdapat sang raja/kraton yang mengontrol semua. Semua kekuatan akhirnya dipusatkan padanya.

Aktor-aktor politik di luar kraton, biasa disebut mancanegara, adalah mereka yang akhirnya mencari perlindungan dan pengaruh di bawah sang raja. Mancanegara akan meberikan tribut untuk mendapatkan perlindungan dari kraton.

Pola kekuatan politik seperti ini pula yang akhirnya berlaku di kancah perpolitikan Indonesia di masa kontemporer. Dari masa ke masa, pemerintahan akan dibagi dengan siapa saja yang ikut mengusung sang kandidat.

Tidak hanya para pengusung dan pendukung, pembagian kekuasaan ini juga diberikan pada mereka yang sebelumnya mengusung lawan. Ini bisa memperkuat kekuatan sang presiden sekaligus memberikan bagian kekuasaan pada mereka yang memberi dukungan pasca-Pemilu.

Lantas, apa hubungannya dengan kesetiaan di pemerintahan Prabowo mendatang? Mengapa kesetiaan semacam ini juga penting dalam budaya politik Jawa yang kurang lebih berpola mandala?

‘Arena Baru’ di 2024?

Pilkada bukanlah hanya pemilihan yang dilaksanakan atas prinsip otonomi daerah. Pilkada juga menjadi ‘arena pertandingan’ bagi para elite politik, termasuk elite-elite dari tingkat nasional.

Mengacu pada tulisan Marcus Mietzner yang berjudul “Indonesia’s Direct Elections: Empowering the Electorate or Entrenching the New Order Oligarchy?”, elite akhirnya berkompetisi di Pilkada. Pasalnya, banyak kandidat di daerah membutuhkan dukungan parpol dan finansial dari para pemilik modal untuk maju.

Ini menunjukkan bahwa Pilkada masih berkaitan dengan politik di tingkat nasional. Setidaknya, ini juga bisa memengaruhi dinamika koalisi di dua tingkat ini secara satu sama lain.

Apalagi, sejumlah sumber penting di tingkat nasional juga memiliki pengaruh besar terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Begitu juga sebaliknya, daerah yang memiliki pendapatan ekonomi yang besar juga semakin strategis.

Namun, tahun 2024 menjadi tahun yang berbeda. Pilkada serentak digelar di tahun yang sama, bahkan sebelum kabinet pemerintahan baru resmi terbentuk.

Inipun akhirnya jadi kesempatan bagi Prabowo untuk menjadikan Pilkada sebagai salah satu pertimbangan dalam menentukan posisi-posisi di kabinet. Bukan tidak mungkin, parpol yang lebih sejalan dengan kepentingan Prabowo akan mendapatkan nilai plus.

Hal menarik lain yang perlu dipertimbangkan adalah kehadiran sejumlah parpol non-Koalisi Indonesia Maju (KIM), yakni PKB dan NasDem. PKB, misalnya, langsung bertemu Prabowo usai rangkaian pelaksanaan Pilpres 2024. Sementara, NasDem bahkan sudah mengatakan bahwa diri mereka bagian dari koalisi.

Langkah kedua parpol ini bisa jadi diperhitungkan oleh Prabowo bila mereka benar-benar ingin menjadi bagian dari koalisi. Bukan tidak mungkin, keduanya juga akan melakukan sejumlah manuver di Pilkada untuk meningkatkan daya tawar mereka, mengingat mereka bukanlah bagian dari KIM sejak awal.

Ya, bagaimanapun juga, pilihan dan pertimbangan ini kembali pada presiden terpilih, Prabowo. Mungkin, layaknya lirik lagu Kendrick di awal tulisan, Prabowo juga melihat partai-partai mana saja yang memiliki kesetiaan dalam DNA mereka. (A43)


Baca juga :  Megawati and The Queen’s Gambit
Artikel Sebelumnya
Artikel Selanjutna
spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut.

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Prabowo vs Kemlu: Warrior vs Diplomat?

Perbedaan pendapat dalam politik luar negeri tampaknya sedang terjadi antara Prabowo dan diplomat-diplomat Kemlu. Mengapa demikian?