HomeNalar PolitikPenting, Jokowi Harus Tiru Duterte?

Penting, Jokowi Harus Tiru Duterte?

Kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 tampaknya bukan hanya persaingan ketiga pasangan calon (paslon) saja, melainkan juga aktor politik yang ada di belakang mereka. Manuver politik Presiden Jokowi yang dinilai menjadi kingmaker bagi duet Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka tampak menjadi menarik untuk dinantikan.


PinterPolitik.com

Pesta demokrasi lima tahunan, Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 tampaknya akan berjalan menarik, pasalnya pilpres kali ini bukan hanya tentang persaingan ketiga pasangan calon (paslon) saja.

Pilpres kali ini kiranya akan melibatkan aktor-aktor politik dibelakang para kandidat capres-cawapres.

Hal ini karena ketiga paslon didukung oleh figur yang berpengaruh dalam politik, atau biasa disebut dengan The Kingmakers.

Dalam kubu pasangan Anies-Cak Imin ada nama Jusuf Kalla (JK) yang baru saja menyatakan dukungannya kepada pasangan tersebut.

Dukungan mantan Wakil Presiden (Wapres) ke-10 dan ke-12 RI itu kiranya tidak bisa dipandang sebelah mata dalam kancah perpolitikan Indonesia.

jokowi effect is real

JK mempunyai track record yang baik dalam memberikan dukungan kepada kandidat yang akan bertarung di kontestasi elektoral. Dukungan JK pernah berpengaruh pada kemenangan pasangan Jokowi-Ahok pada Pemilihan Gubernur (Pilgub) 2012 lalu.

Selain itu, JK juga pernah mendukung Jokowi-Ma’ruf dalam Pilpres 2019 dan Anies-Sandi pada Pilgub 2017 lalu.

Kemudian, di kubu pasangan Prabowo-Gibran terdapat nama Joko Widodo (Jokowi). Nama sang Kepala Negara telah menjadi pusat perhatian sebagai salah satu figur utama yang memiliki pengaruh besar dalam arah politik negara.

Selain menjadi Presiden Indonesia selama dua periode, kehadirannya juga menciptakan gelombang politik yang signifikan.

Terakhir, ada nama Megawati Soekarnoputri di kubu Ganjar-Mahfud. Salah satu aspek yang menarik dari peran Megawati adalah kemampuannya untuk menjadi penentu dalam beberapa keputusan politik penting di Indonesia.

Dalam proses pemilihan presiden pada tahun 2014, perannya dalam mendukung Jokowi adalah salah satu contoh terbaik dari peran kingmaker, atau dalam hal ini queenmaker. Dukungan kuat dari PDIP yang dipimpinnya telah membawa Jokowi ke kursi presiden.

Namun, jika kita melihat beberapa faktor, nama Jokowi tampaknya terdepan untuk menjadi the kingmakers dalam Pilpres 2024. Mengapa demikian?

Pengaruh Jokowi Kuat?

Nama Jokowi kiranya memang tidak secermelang Megawati atau JK. Tapi, dengan melihat pengaruh besarnya dalam beberapa tahun terakhir, tak berlebihan kiranya jika kita bisa melihat Jokowi sebagai the kingmakers.

C. Wright Mills dalam bukunya yang berjudul The Power Elite menjelaskan tentang struktur kekuasaan di Amerika Serikat.

Baca juga :  Indonesia First: Doktrin Prabowo ala Mearsheimer? 

Mills menganalisis bagaimana kekuasaan terpusat dalam tangan sejumlah kecil individu atau kelompok di berbagai bidang seperti politik, militer, dan industri, membentuk apa yang ia sebut sebagai “elite kekuasaan” yang memiliki pengaruh dominan dalam keputusan-keputusan penting dalam masyarakat.

Meskipun buku ini berfokus pada dinamika kekuasaan di Amerika Serikat, teori pengaruh elit yang dijelaskan oleh Mills juga dapat diterapkan dan dipahami dalam konteks politik di negara-negara lain, termasuk Indonesia.

Dia menguraikan bagaimana kelompok elit yang memiliki akses terhadap sumber daya ekonomi, politik, dan sosial tertentu memiliki pengaruh yang signifikan dalam membentuk kebijakan dan menentukan arah politik suatu negara.

Berkaca dari penjelasan diatas, posisi Jokowi sebagai Presiden RI membuat dirinya dapat dengan mudah mengakses sumber daya ekonomi, politik, dan sosial. Hal ini jelas memberikan keuntungan untuk calon yang di dukung olehnya.

Berkaitan dengan jabatannya sebagai presiden itu Robert Cox dalam bukunya yang berjudul Approaches to World Order memperkenalkan konsep strategic role atau peran strategis.

Cox menekankan pentingnya struktur sosial-politik dalam membentuk kebijakan dan konflik. Dia juga menguraikan bagaimana struktur kekuasaan global membentuk peran strategis dari berbagai aktor.

Meskipun Cox terkenal dalam kajian hubungan internasional, konsep peran strategis yang ia kemukakan memiliki relevansi yang luas dalam analisis politik di berbagai tingkatan, dari lokal hingga global.

Teori peran strategis ini menyoroti bagaimana aktor-aktor politik atau sosial memiliki peran kunci dalam membentuk kebijakan atau menentukan arah politik berdasarkan pada posisi strategis mereka.

Jabatan Jokowi sebagai Presiden RI kiranya yang membuat dia lebih berpotensi menjadi kingmakers dibandingkan oleh Megawati ataupun JK.

Dengan karisma dan pengaruh yang masih sangat kuat membuat Jokowi dapat memainkan perannya sebagai kingmakers dengan sangat mudah. Hal itu dikarenakan publik akan ikut mendukung kandidat yang didukung olehnya karena faktor kepercayaan kepada Jokowi.

Baca juga :  Siasat Prabowo Akui Sengketa LCS

Selain itu, jaringan politik yang dibangun Jokowi selama dia menjabat sebagai presiden juga akan menjadi salah satu faktor dirinya menjadi seorang kingmaker.

Terakhir, dengan reputasi yang selama ini dipandang positif oleh publik akan membuat Jokowi lebih dipercaya dibandingkan Megawati dan JK.

Hal ini juga akan berdampak pada kandidat yang didukung oleh Jokowi, karena publik akan menilai jika kandidat tersebut tidak akan berbeda jauh seperti Jokowi.

bahayanya gaya politik jokowi

Jokowi dan Duterte Serupa?

Fenomena yang terjadi dalam kancah perpolitikan Indonesia tampak hampir serupa dengan apa yang terjadi dalam perpolitikan Filipina.

Putri dari mantan Presiden Filipina Rodrigo Duterte, Sara Duterte-Caprio berhasil menjadi wakil presiden (wapres) setelah menang dalam pemilihan di Filipina yang tampaknya memanfaatkan popularitas sang Ayah yang dinilai berhasil ketika menjabat.

Padahal, sang capres Ferdinand Romualdez Marcos atau Bongbong Marcos adalah anak dari diktator Filipina, Ferdinand Marcos yang berkuasa selama 21 tahun.

Jeffrey E. Cohen dalam tulisannya yang berjudul Interest Groups and Presidential Approval menjelaskan tingkat kepuasan publik terhadap presiden jadi alat prediksi kemenangan calon yang didukungnya.

Dengan tingkat kepuasan publik yang tinggi terhadap Jokowi, bukan tidak mungkin apa yang terjadi di Filipina akan terulang dalam Pilpres 2024 di Indonesia.

Merujuk pada hasil survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada periode 3-5 Desember 2023, tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Jokowi naik menjadi 76 persen dari sebelumnya sebesar 70 persen.

Berdasarkan seperti yang dijelaskan diatas, coattail effect Jokowi akan sangat berpengaruh pada political emdorsement kepada kandidat yang didukungnya, dikarenakan tingkat kepuasan publik terhadap Jokowi di akhir masa jabatannya masih tinggi.

Masyarakat puas dengan kinerja Jokowi karena sering bagi-bagi bantuan sebanyak 33,4 persen, pembangunan infrastruktur 24,9 persen, kinerjanya bagus 18,3 persen, dan orangnya merakyat hanya 7 persen.

Hal ini yang menjadikan faktor Jokowi memiliki potensi sebagai the kingmaker dalam Pilpres 2024, meskipun kalah secara pengalaman dengan Megawati dan JK.Well, menarik untuk menunggu sejauh mana keberhasilan Jokowi untuk menjadi the kingmaker dalam Pilpres 2024. (S83)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Kok Megawati Gak Turun Gunung?

Ketua Umum (Ketum) PDIP, Megawati Soekarnoputri hingga kini belum terlihat ikut langsung dalam kampanye Pilkada. Kira-kira apa alasannya? 

Berani Prabowo Buka Pandora Papers Airlangga?

Ramai-ramai bicara soal kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen yang disertai dengan protes di media sosial, tiba-tiba juga ramai pula banyak akun men-share kembali kasus lama soal nama dua pejabat publik – Airlangga Hartarto dan Luhut Pandjaitan – yang di tahun 2021 lalu disebut dalam Pandora Papers.

“Sekolam” Ahok, Kesaktian Anies Luntur?

Keputusan Anies Baswedan meng-endorse Pramono Anung-Rano Karno di Pilkada Jakarta 2024 memantik interpretasi akan implikasi politiknya. Utamanya karena Anies pada akhirnya satu gerbong dengan eks rivalnya di 2017 yakni Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan PDIP serta tendensi politik dinasti di dalamnya, termasuk yang terjadi pada Pramono.

Siasat Prabowo Akui Sengketa LCS

Pemerintahan Prabowo disorot karena ‘akui’ klaim tumpang tindih LCS dalam joint statement Tiongkok. Mungkinkah ada siasat strategis di baliknya?

Rahasia Triumvirat Teddy, AHY, dan Hegseth?

Terdapat kesamaan administrasi Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump dengan Presiden Prabowo Subianto, yakni mempercayakan posisi strategis kepada sosok berpangkat mayor. Kiranya, terdapat rahasia tertentu di balik kesamaan itu yang dapat mendukung support dalam dimensi tertentu ke pemerintahan masing-masing. Mengapa demikian?

Anies Di-summon PKS!

Ahmad Syaikhu in a battle against Dedi be like, “I summon Anies Baswedan!”  #Anies #AniesBaswedan #PilkadaJawaBarat #AhmadSyaikhu #IlhamHabibie #PKS #pinterpolitik #infografis #politikindonesia #beritapolitik #beritapolitikterkini

Betulkah Jokowi Melemah? 

Belakangan mulai muncul pandangan bahwa pengaruh politik Jokowi kian melemah, hal tersebut seringnya diatribusikan dengan perkembangan berita judi online yang kerap dikaitkan dengan Budi Arie, dan kabar penangguhan jabatan doktor Bahlil Lahadalia, dua orang yang memang dulu disebut dekat dengan Jokowi. Tapi, apakah betul Jokowi sudah melemah pengaruhnya? 

Masihkah Prabowo Americans’ Fair-Haired Boy?

Dua negara menjadi tujuan utama Prabowo saat melakukan kunjungan kenegaraan pertamanya pasca dilantik sebagai presiden: Tiongkok dan Amerika Serikat.

More Stories

Ketua DPR, Golkar Lebih Pantas? 

Persaingan dua partai politik (parpol) legendaris di antara Partai Golkar dan PDIP dalam memperebutkan kursi Ketua DPR RI mulai “memanas”. Meskipun secara aturan PDIP paling berhak, tapi beberapa pihak menilai Partai Golkar lebih pantas untuk posisi itu. Mengapa demikian?

Anies “Alat” PKS Kuasai Jakarta?

Diusulkannya nama Anies Baswedan sebagai calon gubernur (cagub) DKI Jakarta oleh PKS memunculkan spekulasi jika calon presiden (capres) nomor urut satu ini hanya menjadi “alat” untuk PKS mendominasi Jakarta. Benarkah demikian?

Pemilu 2024, Netralitas Jokowi “Diusik” PBB? 

Dalam sidang Komite Hak Asasi Manusia (HAM) PBB, anggota komite Bacre Waly Ndiaye mempertanyakan netralitas Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait lolosnya Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) dari Prabowo Subianto. Lalu, apa yang bisa dimaknai dari hal itu?