FX Hadi Rudyatmo secara sporadis terus memberikan tekanan politik kepada trah Joko Widodo (Jokowi). Bahkan, hingga membawa aspek personal dan ketuhanan. Hal ini kemungkinan lebih dari sekadar intrik politik di Pilpres 2024, melainkan untuk mengamankan tertentu. Benarkah demikian?
Dalam proses politik 2024 yang semakin panas, Fransiskus Xaverius Hadi Rudyatmo atau FX Rudy menjadi nama yang turut aktif memberikan tekanan politik berupa pernyataan-pernyataan kepada rival politik PDIP, terutama yang terkait trah Joko Widodo (Jokowi).
Terakhir, dan yang cukup kontroversial, FX Rudy mengomentari pernyataan Iriana Widodo yang kecewa saat sang suami, Presiden Jokowi “dihina” sebagai petugas partai.
Ketua DPC PDIP Solo itu menyebut sakit hati dengan kekecewaan Iriana dan mengungkit soal rumah tangga Ibu Negara.
“Saya agak sakit hati karena Bu Iriana menyampaikan bahwa kecewa dengan Pak Jokowi dihina sebagai petugas partai. Kalau saya menilainya biasa kan dengan Bu Iriana. Kok, Mbak Mega itu kan bukan siapa-siapa. Wong mertuanya meninggal saja nggak ngelayat kok. Jadi apa yang disampaikan di media dengan apa yang terjadi di dalam rumah tangga sendiri nggak sama,” ujar FX Rudy pada 1 Desember 2023 lalu.
Meski ditanggapi santai oleh putranya yang telah terjun ke politik, yakni Cawapres Koalisi Indonesia Maju (KIM) Gibran Rakabuming Raka dan Ketua Umum (Ketum) PSI Kaesang Pangarep, pernyataan FX Rudy dinilai tidak etis.
Memang, dalam beberapa case yang memiliki irisan dengan trah Jokowi, FX Rudy kerap bertendensi cukup keras belakangan ini, utamanya saat terdapat perbedaan pilihan politik anak-anak dan menantu Jokowi di kontestasi elektoral 2024.
Meskipun pernah harmonis dan bahu-membahu bersama Jokowi dan Gibran di Solo, FX Rudy kiranya cukup sensitif dengan gelagat “pengkhianatan” terhadap partai.
Pada Mei lalu, FX Rudy memberikan pernyataan yang begitu keras. Tertangkap video kamera sedang berorasi, dirinya menyebut siapapun yang mengkhianati Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri akan dilaknat oleh Tuhan.
Saat itu, kendati Gibran dan Kaesang belum “berkhianat”, pernyataan FX Rudy mendapat sorotan yang begitu tajam dan dinilai kurang elok dikemukakan.
Akan tetapi, sampai update terakhir, FX Rudy menyebut tidak menarik pernyataan yang ia sebut telah disampaikan berulang kali itu. Tentu, sebuah statement cukup tegas di tengah tensi politik 2024 ini.
Keganjilan kiranya tak dapat ditutupi atas gerak-gerik dan manuver FX Rudy. Pertanyaannya, mengapa dirinya melakukan hal demikian?
Persoalan Kognisi Rudy?
Di satu sisi dan dalam dimensi tertentu, apa yang dilakukan dan dikatakan FX Rudy memang dapat dilihat sebagai bentuk loyalitas.
Namun, saat dilihat secara spesifik dan komprehensif, reaksi FX Rudy dalam dua sampel yang telah disebutkan di atas kiranya memang kurang tepat.
Narasi laknat Tuhan dan pengkhianatan, misalnya, FX Rudy bukan tidak mungkin memang bertujuan untuk memanipulasi emosi massa secara politik.
Akan tetapi, saat menyejajarkan laknat Tuhan dengan pengkhianatan terhadap seorang Megawati, kiranya itu justru kontraproduktif saat dipandang secara objektif dari pemeluk agama manapun.
Kognisi keagamaan atau religious cognition FX Rudy pun menjadi sorotan tersendiri di tengah upaya konstruktif menciptakan atmosfer politik yang santun dan tak tendensius.
Selain itu, ungkapan rasa sakit hati dengan menyinggung rumah tangga Iriana Widodo yang dalam situasi tertentu bisa memantik konflik tampaknya tak lepas dari predikat yang pernah diberikan Megawati sendiri kepada FX Rudy.
Di acara HUT ke-50 PDIP pada Januari lalu, Megawati sempat menyebut FX Rudy sebagai preman yang suka “berantem”.
Dalam politik, sosok FX Rudy dapat dikategorikan sebagai local strongmen atau sosok lokal yang memiliki pengaruh kekuatan politik dan “fisik” di Solo.
Kembali, narasi yang dibangun FX Rudy dalam dimensi tertentu justru kontraproduktif dan PDIP semestinya telah memahami hal tersebut.
Dan FX Rudy memang bukan sosok yang aman dari kritikan PDIP itu sendiri. Oktober tahun lalu, misalnya, FX Rudy mendapat sanksi keras dari DPP PDIP karena terlebih dahulu mendukung Ganjar Pranowo sebagai capres sebelum keputusan partai dibuat.
Secara organisasi, FX Rudy sendiri tampak “melangkahi” keputusan yang di internal PDIP adalah hak prerogatif Megawati.
Di titik inilah, karakteristik nyentrik FX Rudy menimbulkan tanya lebih lanjut, terutama dari sisi kepentingannya sendiri.
Ingin Aman di Solo?
Harus diakui, agak janggal memang melihat naik turunnya manuver politik FX Rudy. Setelah, mendukung Ganjar sebagai capres sebelum diumumkan secara resmi oleh partai, dirinya menyinggung laknat dan pengkhianatan terhadap Megawati, sebelum memantik tensi politik dengan keluarga dan trah Jokowi.
FX Rudy sendiri bukan sosok sembarangan di PDIP. Dirinya bahkan telah membantu kampanye Megawati sebagai calon anggota DPR pada tahun 1987 dari dapil Jawa Tengah.
Namun, FX Rudy tidak bermain di level nasional, melainkan perlahan menancapkan pengaruh politik tingkat lokal.
Dirinya merintis karier politik secara perlahan di Solo selama belasan tahun hingga dirinya mendampingi Jokowi di Balai Kota Surakarta pada tahun 2005.
Kendati tak dapat dilepaskan dari Jokowi effect, kariernya boleh dikatakan cukup berhasil saat merengkuh jabatan Wali Kota Surakarta pada 2012-2015 dan 2016-2021. Sebuah hal yang sangat istimewa dari sosok yang berlatar belakang pendidikan STM dan tak memiliki latar belakang politik.
Oleh karena itu, pasang surut hubungannya dengan PDIP, plus Jokowi dan trahnya tampak cukup menarik untuk diinterpretasi lebih lanjut.
Satu hal yang menarik adalah saat pada Oktober lalu, FX Rudy sempat mengungkapkan rasa setujunya jika Jokowi menjadi Ketum PDIP berikutnya menggantikan Megawati.
Meski dirinya tetap mengembalikan keputusan kepada internal PDIP, manuver itu agaknya kembali mencerminkan bahwa FX Rudy adalah sosok politisi yang penuh intrik dan bisa dikatakan penuh dengan motif dan kepentingan di baliknya.
Khusus dalam intriknya dengan trah dan istri Jokowi serta perbedaan sikap saat mendukung Jokowi sebagai Ketum PDIP kelak, dramaturgi politik agaknya sedang dimainkan.
Di depan panggung bisa saja FX Rudy seolah begitu loyal kepada PDIP dan Megawati. Namun di belakang panggung, tak menutup kemungkinan ada kepentingan yang tampak tak muluk-muluk dan berusaha dicapai FX Rudy.
Tak lain, adalah terkait pengaruh dan konsesi kekuasaan lokal di Solo yang kiranya berusaha dipertahankan olehnya.
Sama-sama bahu-membahu di Solo bersama Jokowi, yang notabene telah memiliki kekuatan politik tersendiri di level nasional, FX Rudy agaknya tak akan berani mengambil risiko begitu saja dengan konflik terbuka dengan trah dan keluarga Jokowi yang tentu sangat dihormati di Kota Batik.
Terlebih, sang anak Rheo Fernandez juga terjun ke politik lokal Solo meski namanya tak bersinar.
Narasi laknat Tuhan kepada para pengkhianat Megawati pun sebaiknya tak dimainkan lebih lanjut oleh FX Rudy mengingat kecenderungan pilihan politik trah Jokowi yang seolah demikian.
Well, menarik kiranya untuk melihat perubahan sikap dan narasi politik FX Rudy dan keberpihakannya kelak. (J61)