HomeHeadline“Manipulasi Impresi” Anies-Imin Berhasil? 

“Manipulasi Impresi” Anies-Imin Berhasil? 

Komposisi Timnas Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar tampak cukup moderat dan mewakili semua kalangan serta latar belakang. Namun, postur tim pemenangan yang begitu besar agaknya akan membebani dan justru bisa menjungkalkan Anies-Imin secara politik. Benarkah demikian? 


PinterPolitik.com 

Kendati disebut menjadi tim pemenangan capres-cawapres 2024 yang paling representatif, Timnas Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) agaknya jsutru bisa terbebani dengan komposisi mereka yang begitu “gemuk”. 

Setelah pekan lalu skuad utama yang dipimpin Kapten tim Marsdya TNI (Purn.) Muhammad Syaugi Alaydrus, kemarin (21/11), susunan lengkap Timnas AMIN kembali diumumkan. 

Kembali mengadopsi istilah dalam sepak bola, Wakil Ketua Umum Partai NasDem Ahmad Ali ditunjuk sebagai “head coach”. Sejumlah politisi Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) pun turut menempati posisi “asisten coach”. 

Selain itu, dalam struktur Timnas AMIN terdapat Dewan Penasihat yang merupakan tokoh-tokoh masyarakat yang diketuai oleh Pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes) Daarul Rahman, KH. Syukron Ma’mun. 

Menariknya, juru bicara (jubir) Timnas AMIN memiliki jumlah yang fantastis, yakni sebanyak 89 orang. Mereka terdiri dari politisi, cendekiawan, artis, hingga stand up komedian. 

Secara total, disebutkan terdapat lebih dari 700 nama yang menjadi bagian dari Timnas AMIN. Dan itu belum termasuk elemen-elemen yang ada di daerah. 

Lalu, mengapa Timnas AMIN harus mengerahkan jumlah semasif itu? 

Lagi-Lagi Main Impresi? 

Harus diakui, secara kasat mata Timnas AMIN agaknya sukses memberikan impresi bahwa komposisi tim pemenangan mereka merepresentasikan seluruh kalangan. 

Tengok saja di Dewan Penasihat, terdapat nama lintas latar belakang yang mengisinya, bahkan kolaborasi kiai dan pendeta. 

Mendampingi KH Syukron Ma’mun, terdapat nama Yapto Suryo Sumarsono, mantan Gubernur DKI Jakarta Letjen TNI (Purn.) Sutiyoso, Hidayat Nur Wahid, KH. Maarul Hidayat, Soetrisno Bachir, Michael Manufandu, dan mantan Wakapolri Komjen Pol. (Purn.) Oegroseno. 

Baca juga :  Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Terdapat pula nama mantan Wakil Panglima TNI Jenderal TNI (Purn.) Fachrul Razi, Prof. Yas Rasyid, Pendeta Sephard Supit, pendeta Franz Emmanuel Saragih, pendeta Jason, pendeta Julius Sianturi, pendeta Robert Nerotumilena, Kiai Kholil As’ad, Nyai Juariah Fawaid As’ad, Nyai Saidah Marzuki, Ibu Nyai Eva, serta Nyai Anisatul Sakdiah Kholil dari Jombang. 

Itu belum termasuk mereka yang mengisi pos di Dewan Pakar dengan tongkat komando yang dipegang oleh mantan Ketua Mahkamah Konsusti (MK), Hamdan Zoelva. 

Eks Direktur PLN Amin Subekti dan sejumlah nama profesor dan doktor lintas keilmuwan juga mengisi susunan Dewan Pakar Timnas AMIN. 

Dalam politik, karakteristik Timnas AMIN ynag berusaha ditampikan disebut sebagai implementasi big tent strategy atau strategi tenda besar. 

Sebagaimana namanya, Timnas AMIN agaknya berupaya menampilkan diri sebagai tenda besar yang inklusif dan mampu menampung banyak aspirasi dari berbagai latar belakang yang berbeda. 

Mereka, agaknya ingin membedakan diri secara kontras dengan TPN Ganjar Pranowo-Mahfud MD yang kebanyakan berlatar belakang pengusaha, ataupun dengan TKN Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang banyak diperkuat mantan militer. 

Sementara itu, spesifik pada kolaborasi kiai dan pendeta, Timnas AMIN kemungkinan besar ingin menanggalkan citra politik identitas dalam konotasi negatif yang selama ini melekat pada diri Anies Baswedan. 

Itu dikarenakan, meski telah menggandeng Muhaimin Iskandar, Anies seolah tak bisa sepenuhnya terlepas dari bayang-bayang kelompok Islam konservatif dengan karakteristiknya pasca dukungan Ijtima Ulama kepada duet AMIN. 

Lalu, berbicara mengenai jumlah Timnas AMIN begitu besar dan seolah berusaha dikedepankan, “permainan” angka agaknya menjadi satu kartu andalan Anies-Imin sejauh ini. 

Sebelumya, dalam artikel PinterPolitik berjudul Di Balik Klaim 1 juta Massa Anies di Makassar, interpretasi mengemuka bahwa klaim jumlah massa masif yang datang di safari politik Anies-Imin di berbagai daerah merupakan upaya membentuk persepsi realitas. 

Baca juga :  “Sekolam” Ahok, Kesaktian Anies Luntur?

Hal itu satu hal yang bermakna ganda, yakni sebagai pesan dan pembentuk emosi pemilih, baik secara konstruktif (meraup dukungan karena didukung oleh berbagai kalangan) maupun “manipulatif” (tak benar-benar substansial). 

Akan tetapi, sebagaimana adagium yang berbunyi “kuantitas tak selamanya berbanding lurus dengan kualitas”, Timnas AMIN juga bisa saja tak dapat bekerja dengan maksimal dan justru menjadi beban politik yang destruktif bagi mereka sendiri. Mengapa demikian? 

Rawan Berkonflik? 

Kiranya cukup sederhana memetakan kendala Timnas AMIN dengan komposisi yang begitu besar. 

Pertama, tentu terkait dengan koordinasi. Kemungkinan akan sulit untuk mencapai konsensus di antara anggota tim yang memiliki latar belakang dan pandangan yang berbeda. 

Kedua, terkait risiko konflik internal yang tak terlepas dari perbedaan pendapat dan kepentingan di antara anggota tim dapat menyebabkan tensi, intrik, maupun gesekan tertentu yang merugikan kampanye dan tak terlihat di permukaan. 

Dinamika politik dan opini publik yang dapat berubah secara cepat pun dapat memengaruhi cara tim pemenangan diterima oleh masyarakat, termasuk impresi persepsi kuantitas Timnas AMIN. 

Sosok-sosok dalam Timnas AMIN dan elemen pendukung Anies-Imin pun bukan tanpa celah dan sepenuhnya lepas kontroversi. Belum lagi interpretasi integral dan spekulatif, yakni perebutan “jatah” politik andai Anies-Imin menang Pilpres 2024.

Tinggal kini pertanyaannya, seberapa efektif Timnas AMIN dapat bermanuver dengan jumlah yang – menyadur istilah anak muda – terkesan lebay itu. (J61) 

spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Dengarkan artikel ini: Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut. Meski belum juga terjadi, banyak yang...

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

“Parcok” Kemunafikan PDIP, What’s Next?

Diskursus partai coklat atau “parcok" belakangan jadi narasi hipokrit yang dimainkan PDIP karena mereka justru dinilai sebagai pionir simbiosis sosial-politik dengan entitas yang dimaksud. Lalu, andai benar simbiosis itu eksis, bagaimana masa depannya di era Pemerintahan Prabowo Subianto dan interaksinya dengan aktor lain, termasuk PDIP dan Joko Widodo (Jokowi)?