Pengangkatan Agus Subiyanto sebagai Panglima TNI dikhawatirkan membuat TNI tidak netral di Pemilu 2024. Kekhawatiran itu bertolak dari kedekatan Presiden Jokowi dengan Jenderal Agus yang terjalin sejak di Solo. Lantas, apakah TNI akan melakukan intervensi politik di bawah komando Jenderal Agus?
PinterPolitik.com
Baru diangkat menjadi KSAD, Jenderal TNI Agus Subiyanto diusulkan Presiden Jokowi untuk menjadi Panglima TNI. Pengusulan itu mengangkat kembali narasi soal Geng Solo. Saat Jokowi menjadi Wali Kota Solo pada 2005-2012, Agus menjabat sebagai Komandan Kodim Surakarta.
Aris Santoso dalam tulisannya Jokowi dan Jejaring Perwira Solo menyebutkan bahwa dalam menentukan posisi di TNI dan Polri, ada kecenderungan Jokowi memilih kolega-koleganya yang dulu berdinas di Solo.
Aris mencontohkan promosi Marsekal Hadi Tjahjanto sebagai KSAU, kemudian sebagai Panglima TNI. Menurut Aris, promosi itu ditopang berkat hubungan baik keduanya yang terjalin sejak sama-sama berdinas di Solo. Pada periode 2010-2011 ketika Jokowi menjadi Wali Kota Solo, Hadi adalah Komandan Lanud Adi Soemarmo, Solo.
Atas kedekatan itu, terdapat kekhawatiran atas pengusulan Agus sebagai Panglima TNI. Beredar isu bahwa TNI bisa tidak netral di Pemilu 2024. Apalagi, Jokowi sudah secara terbuka mengaku akan cawe-cawe di Pemilu 2024.
Lantas, apakah TNI akan tidak netral alias melakukan intervensi politik apabila Jenderal Agus menjadi Panglima TNI?
Isu Musiman
Melihat sejarahnya, isu netralitas TNI selalu keluar menjelang pemilu. Namun, faktanya setelah Reformasi tidak pernah TNI melakukan intervensi politik di pemilu. Ini pula yang digarisbawahi oleh pengamat militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi.
“Saya kira netralitas TNI sudah teruji sepanjang pemilu setelah Reformasi,” ungkap Fahmi (2/11/2023).
Kasusnya dapat kita lihat pada Pilpres 2019 ketika Panglima TNI dijabat oleh Hadi Tjahjanto. Meskipun Hadi merupakan Geng Solo yang dekat dengan Jokowi, nyatanya TNI tidak melakukan intervensi politik di Pilpres 2019.
Apabila melihat situasi TNI setelah Reformasi, TNI sebenarnya tidak memiliki potensi untuk melakukan intervensi politik. Alasannya karena TNI tidak memiliki kewenangan hukum. TNI tidak bisa menyelidiki perkara, apalagi memenjarakan pihak sipil.
Sekarang pertanyaannya, dengan adanya fakta itu, kenapa isu netralitas TNI tetap menggema? Dengan tidak memiliki kewenangan hukum, bagaimana TNI bisa melakukan intervensi politik?
Trauma Masa Lalu
Ada dua hipotesis yang dapat dibangun untuk menjawab kenapa sentimen itu terus muncul. Hipotesis pertama, terjadi kekeliruan karena menyamakan institusi TNI dengan purnawirawan TNI.
Sebagaimana diketahui, ada banyak purnawirawan TNI yang terjun ke politik memiliki karier yang mentereng. Sebut saja nama Luhut Binsar Pandjaitan, Wiranto, Prabowo Subianto, Hendropriyono, dan seterusnya.
Nah, entah bagaimana, mungkin karena sakin kuatnya pesona para purnawirawan Jenderal TNI tersebut, banyak pihak kemudian menyebutnya sebagai intervensi TNI itu sendiri. Apalagi, beredar isu di masyarakat bahwa peta politik ditentukan oleh nama-nama besar itu.
Kekeliruan itu disebut dengan category mistake. Ini adalah bias kognitif yang terjadi ketika kita keliru dalam menentukan atau membuat kategorisasi dalam suatu fenomena.
Dalam kasus isu netralitas TNI, terjadi kekeliruan dalam menyamakan antara institusi TNI dengan karier politik para purnawirawan TNI. Kita harus menyadari bahwa purnawirawan TNI telah menjadi masyarakat sipil. Artinya, institusi TNI dengan purnawirawan TNI adalah dua kategori yang berbeda.
***
Sekarang kita lanjut ke hipotesis kedua. Besar kemungkinan ini karena trauma masa lalu soal dwifungsi ABRI. Kita semua mengetahui bahwa pemerintahan Orde Baru membawa trauma besar atas keterlibatan TNI di ranah sipil, terutama dalam politik.
Meskipun dwifungsi sudah dihapuskan, harus disadari bahwa trauma itu begitu besar dan tertanam di benak masyarakat luas.
Singkatnya, kekhawatiran atas netralitas TNI sebenarnya adalah tarikan ingatan sejarah. Ingatan publik soal dwifungsi ABRI bercampur dengan narasi Geng Solo, khususnya kedekatan Jenderal Agus dengan Presiden Jokowi.
***
Sebagai penutup, dapat dikatakan dengan cukup meyakinkan bahwa TNI tidak netral alias melakukan intervensi politik di Pilpres 2024 adalah kekhawatiran yang dapat dimentahkan. (R53)