HomeHeadlineSerangan Hamas, Rekayasa Intelijen Israel?

Serangan Hamas, Rekayasa Intelijen Israel?

Serangan Hamas dari Jalur Gaza ke wilayah Israel pada 7 Oktober 2023 lalu menarik perhatian dunia. Mossad yang kerap dianggap sebagai lembaga intelijen yang cakap justru lalai untuk mengantisipasi serangan ini.


PinterPolitik.com

“I planned each charted course, each careful step along the byway. And more, much more than this, I did it my way” – Frank Sinatra, “My Way” (1969)

Kutipan di atas adalah potongan lagu yang dipopulerkan oleh Frank Sinatra, seorang penyanyi asal Amerika Serikat (AS), pada tahun 1969. Lagu ini menjadi sangat populer pada saat-saat itu.

Lagu inipun tetap memiliki pendengarnya hingga kini – meskipun banyak dari generasi muda saat ini tidak banyak tahu siapa Frank Sinatra itu. Bahkan, mungkin, banyak individu masa kini lebih mengenal siapa Justin Bieber dan Billie Eilish.

Lagu “My Way” lebih menekankan pada bagaimana seseorang harus bangga pada langkah-langkah yang diambil dalam hidupnya. Bagaimanapun, langkah-langkah itulah yang membawa dirinya ke titik terkini.

Menariknya, ada sebuah serial yang menggunakan lagu ini sebagai salah satu soundtrack-nya, yakni The Umbrella Academy (2019-sekarang). Dalam serial itu, terdapat seorang karakter yang dikenal dengan nama “Number Five” yang diperankan oleh aktor Aidan Gallagher.

Number Five – bila dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang lain di Umbrella Academy – memiliki kekuatan yang unik, yakni mampu menjelajahi waktu. Dari kemampuannya ini, Number Five bisa merencanakan segala sesuatunya dengan lebih dulu.

Namun, sebenarnya, kelebihan Number Five ini bukan alasan utama mengapa dia bisa merencanakan segala sesuatu dengan baik. Justru, kunci utamanya adalah kelengkapan informasi yang dimiliki.

Mungkin, inilah hal yang tidak dimiliki oleh Mossad ketika Hamas memutuskan untuk melancarkan serangan dari Jalur Gaza ke Israel pada 7 Oktober 2023 kemarin. Pasalnya, pemerintah Israel tampak kelabakan dengan jatuhnya korban jiwa dan ditangkapnya beberapa petinggi militernya oleh Hamas.

Namun, kelabakannya pemerintah Israel dan gagalnya Mossad mengantisipasi serangan Hamas kali ini menimbukan sejumlah tanya di publik Israel sendiri. Padahal, Mossad adalah badan intelijen yang paling andal di kawasan Timur Tengah.

Baca juga :  Prabowo dan Hegemoni Rasa Takut

Mengapa badan intelijen yang begitu terdanai dengan baik dan begitu mahir dalam menjalankan operasi-operasinya bisa gagal mengantisipasi serangan Hamas? Mungkinkah ada unsur kesengajaan di baliknya?

 
 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

 

A post shared by PinterPolitik.com (@pinterpolitik)

Mossad Harusnya Punya Coup d’œil

Bila berkaca dari bagaimana Number Five mengatur langkah-langkah yang diambil saudara-saudarinya, informasi menjadi penentu utama. Bukan tidak mungkin, kemampuan Five ini biasa disebut sebagai coup d’œil – frasa dari Bahasa Prancis yang artinya adalah intuisi mata atau pandangan cepat.

Istilah ini dicetuskan oleh Carl von Clausewitz, seorang jenderal Prussia, dalam bukunya yang berjudul Vom Kriege. Dalam buku yang menjelaskan strategi perang tersebut, Clausewitz mendefinisikan coup d’œil sebagai intuisi cepat untuk melihat keuntungan dan kekurangan yang dimiliki dalam perang.

Mossad seharusnya memiliki intuisi ini. Pasalnya, Mossad bukan hanya badan intelijen yang paling top di kawasan, melainkan juga badan intelijen yang terbaik kedua di dunia setelah Central Intelligence Agency (CIA) milik AS.

Mossad per tahunnya juga mendapatkan anggaran dana sebesar USD 3 miliar – atau sekitar Rp47 triliun. Mossad juga memiliki pegawai hingga 7.000 orang banyaknya.

Dalam operasi-operasi rahasianya, Mossad juga dikenal memiliki jaringan yang mendalam dan luas – bahkan hingga di negara-negara musuh seperti Palestina, Lebanon, dan Suriah. Jaringan luas ini juga yang membuat banyak operasi Mossad berakhir sukses.

Pembunuhan Mohsen Fakhrizadeh Mahabadi, ilmuwan nuklir Iran, misalnya, disebut berhasil dijalankan oleh Mossad pada 27 November 2020 lalu. Tidak hanya itu, Mossad juga berhasil menjalankan operasi-operasinya – bahkan sejak Perang Dingin ketika Mossad membocorkan pidato Nikita Khrushchev yang menjelekkan Joseph Stalin.

Dengan kepiawaian Mossad, tentu saja pertanyaan-pertanyaan akan timbul. Mengapa coup d’œil ala Mossad hilang begitu saja dalam serangan Hamas beberapa waktu lalu? Mungkinkah terdapat keterkaitan dengan dinamika politik domestik Israel sendiri?

Mungkinkah Rekayasa Mossad Sendiri?

Dalam menjalankan pemerintahan di sebuah negara, terdapat dua permainan yang harus dimainkan. Bukan tidak mungkin, dua permainan inilah yang kini tengah dimainkan oleh Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu.

Ini sejalan dengan teori yang dijelaskan oleh Robert D. Putnam dalam tulisannya yang berjudul Diplomacy and Domestic Politics: The Logic of Two-Level Games. Teori ini disebut sebagai two-level game theory (teori permainan dua tingkat) yang menjelaskan adanya tingkat domestik dan tingkat internasional yang harus dimainkan oleh pemerintah sebuah negara.

Di tingkat domestik sendiri, posisi Netanyahu tidaklah aman. Pasalnya, sejak menjabat kembali pada tahun 2022, Netanyahu menghadapi gelombang protes terhadap pemerintahannya – utamanya perihal perubahan sistem hukum dan peradilan yang diusulkan Netanyahu.

Posisi Netanyahu semakin terdesak ketika sejumlah anggota kabinetnya menyatakan ketidaksepakatan atas wacana tersebut. Belum lagi, Presiden AS Joe Biden juga mengkritik wacana itu.

Usulan perubahan peraturan tersebut ditengarai karena Netanyahu harus menghadapi kasus-kasus korupsi yang menyeret namanya. Pemeriksaan-pun sudah berjalan sejak tahun 2016. Proses pengadilan juga mulai berjalan sejak Juni 2023 lalu.

Bukan tidak mungkin, Netanyahu memainkan dua tingkat permainan ini. Dengan memunculkan ancaman besar di tingkat internasional, publik bisa teralihkan perhatiannya ke isu keamanan – apalagi masyarakat Israel selalu memiliki perasaan takut yang natural karena sejarah panjang penindasan terhadap kelompok Yahudi di berbagai belahan dunia dan situasi kawasan Timur Tengah yang bisa dibilang tidak ramah terhadap Israel.

Well, apa yang dijelaskan adalah sejumlah kemungkinan yang bisa jadi eksis dengan pertanyaan-pertanyaan yang muncul akan coup d’œil yang seharusnya dimiliki oleh Mossad dan pemerintah Israel pada umumnya. Yang jelas, layaknya lirik Sinatra dalam “My Way”, serangan itu jelas telah direncanakan sehingga bisa menarik perhatian besar – entah oleh Hamas sendiri atau malah pihak lain. (A43)


spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Dengarkan artikel ini: Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut. Meski belum juga terjadi, banyak yang...

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Prabowo vs Kemlu: Warrior vs Diplomat?

Perbedaan pendapat dalam politik luar negeri tampaknya sedang terjadi antara Prabowo dan diplomat-diplomat Kemlu. Mengapa demikian?