HomeNalar PolitikBukan Gibran, Prabowo Butuh Cawapres "Muda"?

Bukan Gibran, Prabowo Butuh Cawapres “Muda”?

Bakal calon presiden (bacapres), Prabowo Subianto, belum juga menentukan siapa yang akan mendampinginya dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024. Namun, benarkah Prabowo membutuhkan bakal calon wakil presiden (bacawapres) muda seperti Gibran Rakabuming Raka?


PinterPolitik.com

“Seiring bertambahnya usia, kamu akan menemukan bahwa kamu memiliki dua tangan, satu untuk membantu diri sendiri, yang lain untuk membantu orang lain.” – Audrey Hepburn

Mungkin, bagi sebagian orang, untuk tetap menjadi muda adalah cita-cita mutlak. Usia muda selalu menjadi komponen emas dalam menciptakan gebrakan, gerakan, hingga perubahan besar di masyarakat.

Sebuah ungkapan menarik terkait usia muda inipun pernah dilontarkan oleh Presiden Soekarno. “Beri aku sepuluh pemuda, maka akan kuguncang dunia!” teriak Bung Karno dalam sebuah pidatonya.

Ungkapan-ungkapan seperti ini masuk akal memang. Usia muda adalah usia prima di mana seseorang memiliki energi lebih dalam melakukan berbagai hal.

Boleh jadi, inilah mengapa orang-orang kerap memuji pemimpin-pemimpin yang masih berusia muda. Presiden Prancis Emmanuel Macron, misalnya, menjadi presiden termuda dalam sejarah Prancis, yakni pada usia 39 tahun pada tahun 2017.

Bisa jadi, ini berkaitan dengan keinginan anak muda saat ini yang lebih terwakilkan dalam politik dan pembuatan kebijakan. Alhasil, anak-anak muda mulai muncul sebagai aktor politik itu sendiri.

Apakah mungkin ini alasan mengapa nama Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka muncul sebagai nama potensial untuk menjadi bakal calon wakil presiden (bacawapres) bagi Prabowo Subianto? Mungkin saja.

Apalagi, anak-anak muda yang terkategorisasi dalam generasi Milenial dan Generasi Z (Gen Z) menjadi dua ceruk suara yang besar dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Menjadi wajar apabila sosok bacawapres muda adalah sosok yang menjanjikan.

Namun, pertanyaan lanjutan yang perlu dijawab adalah apakah Gibran menjadi sosok yang paling sesuai untuk Prabowo. Kemudian, mengapa sebenarnya Prabowo bisa saja membutuhkan pilihan bacawapres lainnya?

Cawapres Muda Bikin Prabowo Relatable?

Untuk mengetahui bacawapres yang bagaimana yang dibutuhkan oleh Prabowo, perlu juga memahami bagaimana para pemilih memilih kandidat pilihan mereka. Pada umumnya, pemilih akan menimbang beberapa hal dalam memilih kandidat pilihan mereka.

Hal inipun dijelaskan oleh Semra Sevi dalam tulisannya yang berjudul Do Young Voters Vote for Young Leaders?. Acuan utama dalam proses memilih dari seorang pemilih adalah representasi (keterwakilan).

Pemilih akan memilih seseorang yang dianggap bisa mewakili diri mereka. Maka dari itu, ada kecenderungan bahwa pemilih muda juga akan memilih kandidat yang berusia muda.

Ini disebut sebagai representasi deskriptif (descriptive representatiion). Representasi ini lebih menekankan pada bagaimana kandidat yang dipilih berada dalam kelompok sosial yang sama – misal etnis, ras, status, hingga usia.

Mungkin, ini mengapa akhirnya Macron bisa memenangkan Pemilihan Presiden (Pilpres) Prancis pada tahun 2017 silam. Kala itu, Macron mampu unggul (66 persen) atas Marine Le Pen (34 persen) dalam jumlah suara yang terkumpul.

Perolehan suara Macron di kalangan pemilih muda juga besar. Duapertiga pemilih berusia 18 hingga 24 tahun memilih Macron. Selain itu, 60 persen pemilih berusia 25 hingga 34 tahun juga memilih Macron.

Berkaca dari penjelasan Sevi dan tingkat keterpilihan Macron di Pilpres Prancis 2017, bukan tidak mungkin faktor representasi deskriptif – termasuk usia – turut memengaruhi. Dan, bukan tidak mungkin, ini menjadi salah satu alasan mengapa nama Gibran dipertimbangkan untuk menjadi bacawapres Prabowo – mengingat Prabowo sendiri bukan berasal dari generasi muda yang mana mengambil porsi besar dalam daftar pemilih tetap (DPT) pada Pilpres 2024.

Namun, benarkah faktor usia adalah satu-satunya pertimbangan utama? Mungkinkah ada bacawapres lain yang patut dipertimbangkan pula?

Yusril Bisa Jadi Cawapres “Muda”?

Pertimbangan untuk memilih seorang calon wakil presiden (cawapres) tentulah tidak sederhana. Pemilihpun akan memilah cawapres yang didapatkan saat memilih kandidat yang disukainya dalam Pemilu.

Bagaikan sebuah brand, cawapres juga menentukan identitas pasangan calon (paslon). Inilah mengapa pilihan bacawapres juga sangat berpengaruh.

Nah, dalam memperkuat branding di kalangan Milenial dan Gen Z, ada beberapa yang harus diperhatikan. Bila branding sebelumnya adalah persoalan tetap relevan, justru relatabilitas (relatability) kini lebih penting di mata Milenial dan Gen Z 

Lindsay Beltzer dalam tulisannya yang berjudul Why Brand Relatability Matters to Millennials and Gen Z menjelaskan bahwa ada beberapa komponen yang penting bagi Milenial dan Gen Z, yakni kompetensi, empati, kepercayaan diri (confidence), dan karakter.

Bila dibawa ke perihal politik elektoral menyongsong Pilpres 2024, bukan tidak mungkin Gibran adalah sosok yang relevan bagi kalangan muda. Namun, menjadi relevan saja tidak cukup – diperlukan juga sosok yang relatable.

Dalam hal kompetensi, misalnya, Gibran belum memiliki pengalaman panjang dalam politik. Di sisi lain, kandidat-kandidat bacawapres Prabowo lainnya – seperti Erick Thohir dan Airlangga Hartarto – juga tidak memiliki pengalaman memegang jabatan publik yang panjang. 

Nama lain yang mungkin menarik untuk dipertimbangkan dalam hal kompetensi adalah Ketua Umum (Ketum) PBB Yusril Ihza Mahendra. Yusril beberapa kali menjabat sebagai menteri sejak era pemerintahan Soeharto.

Di sisi lain, dalam hal karakter, Yusril juga memiliki irisan dengan Milenial dan Gen Z. Dalam hal cara berpakaian, misalnya, Yusril dinilai masih memiliki jiwa-jiwa muda – seperti dengan menggunakan jaket denim dan celana jeans.

Bukan tidak mungkin, Yusril dapat menjadi bacawapres yang lebih membuat Prabowo relatable bagi pemilih muda. Lagipula, bagi Milenial dan Gen Z, menjadi real dan authentic adalah hal yang lebih penting. (A43)


Baca juga :  Prabowo dan Prelude Gerindra Empire?
spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut.

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Prabowo vs Kemlu: Warrior vs Diplomat?

Perbedaan pendapat dalam politik luar negeri tampaknya sedang terjadi antara Prabowo dan diplomat-diplomat Kemlu. Mengapa demikian?