Sindiran Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto terkait proyek Food Estate dinilai bukan ditujukan kepada Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto. Namun, sebenarnya ditujukan keada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto menyindir proyek food estate sebagai kejahatan terhadap lingkungan.
Hasto beralasan proyek ini menjadi perhatian Ketua Umum (Ketum) PDIP Megawati Soekarnoputri yang justru merusak lingkungan karena berimbas pada penebangan hutan untuk dijadikan lahan pertanian yang justru tidak menghasilkan apapun.
Proyek food estate ini digagas Presiden Jokowi sejak awal periode kedua kepemimpinannya, dan direncanakan untuk mengatasi krisis pangan dan mendukung cita-cita swasembada pangan di Indonesia.
Proyek ini di bawah kendali Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo dan Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto dan masuk dalam proyek prioritas strategis berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 108 Tahun 2022.
Namun, sejumlah pihak melayangkan kritik terhadap proyek itu karena dianggap gagal. Selain PDIP, lembaga peduli lingkungan seperti Greenpeace juga menilai proyek tersebut terlalu berorientasi pada penyeragaman pangan terhadap masyarakat.
Imbasnya, masyarakat di beberapa wilayah yang masuk dalam proyek tersebut tak mendapatkan manfaat.
Menariknya, tidak seperti kritik yang disampaikan Greenpeace, sindiran yang dilemparkan PDIP dinilai bermuatan politis. Sindiran itu jamak dinilai menyerang Menhan Prabowo Subianto yang juga bertanggung terhadap proyek itu.
Seperti diketahui, Prabowo juga adalah bakal calon Presiden (bacapres) dari Partai Gerindra, dan menjadi pesaing kuat dari bacapres PDIP Ganjar Pranowo.
Sindiran ini dinilai bertujuan untuk menjatuhkan reputasi Prabowo sebagai Menhan karena dinilai gagal menjalankan proyek strategis nasional dan berdampak buruk bagi masyarakat.
Alasan politis sindiran PDIP ini bukan tanpa alasan, sebelumnya PDIP yang juga diwakili oleh Hasto sempat memuji proyek ini sebagai upaya negara dalam mewujudkan ketahanan pangan.
Lantas, jika benar ingin menjatuhkan reputasi Prabowo sebagai Menhan, mengapa PDIP lebih memilih untuk mengkritik proyek food estate?
Satu Batu Membunuh Dua Burung
Proyek food estate merupakan proyek andalan pemerintahan Presiden Jokowi di masa kedua kepemimpinannya. Jokowi menilai proyek ini adalah cara ampuh untuk megatasi krisis pangan dunia yang mengancam.
Proyek ini kemudian dimandatkan kepada Kementerian Pertahanan (Kemenhan) yang dipimpin Prabowo sebagai salah satu penanggung jawab proyek ini.
Atas dasar ini, PDIP tampaknya sedang menerapkan strategi two-pornged attack atau serangan dua arah terkait sindiran proyek food estate.
Strategi ini biasanya digunakan dalam perang untuk menaklukkan dua musuh sekaligus secara bersamaan.
Ralph A. Cossa dalam bukunya yang berjudul Iran: Soviet Interest, US Concerns menjelaskan taktik ini pernah digunakan oleh Soviet saat menaklukkan Iran yang masih dalam pengaruh Amerika Serikat (AS) saat itu.
Selain dalam perang, taktik two-pronged attack ini juga pernah digunakan sebagai kampanye sosial kaum kulit hitam di AS pada Perang Dunia (PD) II.
Clarence Taylor dalam publikasinya yang berjudul Patriotism Crosses the Color Line: African Americans in World War II menjelaskan taktik two-pronged attack digunakan oleh sebuah surat kabar Pittsburgh Courier.
Surat kabar ini merupakan surat kabar kulit hitam terbesar di AS yang sedang melakukan kampanye ganda untuk mendorong orang kulit hitam mendukung upaya perang, namun juga untuk memperjuangkan hak-hak sipil mereka.
Singkatnya, taktik two-pronged attack bertujuan untuk mencapai dua tujuan dalam satu serangan atau tindakan. Selain dalam perang, taktik ini juga bisa diterapkan dalam situasi lain, seperti politik.
Hal itu yang kemudian tampaknya sedang dilakukan PDIP dalam sindiran Hasto terkait proyek food estate. Sindiran yang terkesan sebagai serangan terhadap Prabowo ini, tampaknya juga menyasar kepada sosok Presiden Jokowi.
Presiden Jokowi adalah penanggung jawab utama dari proyek ini karena masuk dalam proyek strategis nasional pemerintahannya dan Jokowi pula yang menandatangani Perpres terkait proyek itu.
PDIP mungkin coba bermain secara halus untuk menunjukkan kerenggangan hubungannya dengan Presiden Jokowi yang merupakan kadernya sendiri.
Partai berlambang banteng moncong putih itu seolah sedang memperingatkan Jokowi untuk tetap patuh pada aturan partai dan mendukung Ganjar Pranowo untuk melanjutkan tongkat estafet kepemimpinannya sebagai bacapres dari PDIP.
Seperti yang diketahui, Presiden Jokowi kerap kali menunjukkan dukungan dan kedekatannya dengan Prabowo Subianto, alih-alih dukungan dan kedekatan itu harusnya dia tunjukkan kepada Ganjar.
Dukungan Jokowi kepada Prabowo mulai terlihat ketika acara Hari Ulang Tahun (HUT) Partai Perindo November lalu.
Saat itu, dalam sambutannya Jokowi mengatakan “kelihatannya setelah ini (Pilpres 2024) jatahnya Pak Prabowo”. Setelah itu, para pendukung loyal Jokowi berbondong-bondong mendukung Prabowo dibanding Ganjar.
Dengan strategi two-pronged attack ini pula, PDIP mungkin sedang menunjukkan hubungannya dengan Jokowi sedang tidak baik-baik saja.
Lalu, apakah strategi yang diterapkan PDIP itu adalah bentuk dari sebuah kepanikan?
Pemanasan Jadi Oposisi
Diterapkannya strategi two-pronged attack tampaknya adalah efek dari persaingan ketat elektabilitas antara Ganjar dan Prabowo tampaknya membuat adanya sedikit tekanan di kubu PDIP.
Pasalnya, di saat elektabilitas Ganjar stagnan dan cenderung menurun, di sisi lain justru elektabilitas Prabowo semakin naik. Meskipun belakangan elektabilitas Ganjar kembali nomor satu.
Atas dasar itu, PDIP tampaknya sedang mempersiapkan diri untuk kemungkinan terburuk mereka di Pilpres 2024 atau alternate reality.
Lindsay Gray dalam tulisannya yang berjudul Spatial Navigation and Memory: How Our Brains Imagine Alternate Realities menjelaskan tentang bagaimana setiap tindakan yang kita lakukan di dunia nyata juga disertai dengan tindakan alternatif tersembunyi yang hanya kita bayangkan.
Lindsay mencontohkan seseorang sedang berada di jalan menuju tempat kerja, namun pikirannya melayang ke depan ke kuliah yang dijadwalkan pada sore harinya.
Berdasarkan penjelasan di atas, PDIP yang sedang bersiap menuju kontestasi elektoral 2024 telah memikirkan alternate reality mereka sendiri jika seandainya kalah.
PDIP yang sebelumnya menjadi partai penguasa tampaknya kembali memikirkan untuk menjadi partai oposisi jika kalah dalam Pilpres 2024 nantinya dengan mulai mengkritik berbagai kebijakan pemerintah yang dinilai tidak berdampak pada masyarakat.
Alternate reality yang dipikirkan oleh PDIP ini bukan tanpa alasan. Kembali, faktor persaingan ketat elektabilitas Ganjar dan Prabowo yang secara bergantian menempati posisi pertama dalam survei yang dilakukan berbagai lembaga survei.
Selain itu, faktor dukungan dari basis pendukung Jokowi yang memilih Prabowo dibandingkan Ganjar membuat peluang mereka tampaknya semakin berat. Hal itu ditambah dengan bergabungnya Partai Golkar dan PAN ke koalisi pendukung Prabowo.
Sementara, dalam koalisi yang dibangun PDIP untuk mendukung Ganjar baru PPP yang menyatakan untuk bergabung.
Tapi, PDIP bukanlah partai yang baru menghadapi situasi ini. Selain analisis diatas yang kemungkinan sedang diterapkan, PDIP kiranya juga sedang menyiapkan strategi lain untuk menjadikan Ganjar pemenang dalam Pilpres 2024 nanti.
Koalisi partai pendukung Prabowo kiranya juga tetap harus waspada akan setiap strategi yang kemungkinan diterapkan PDIP. (S83)