Rocky Gerung tengah mendapat sorotan tajam setelah menyebut Presiden Jokowi sebagai “bajingan tolol”. Rocky pun memberi pembelaan dengan menyebut kata “bajingan” sebenarnya berarti positif. Ini kah bukti kalau Rocky sebenarnya seorang sofis?
PinterPolitik.com
“When dealing with people, remember you are not dealing with creatures of logic, but creatures of emotion.” – Dale Carnegie
Ketika diwawancara PinterPolitik pada 2 Agustus 2023, politisi PDIP Budiman Sudjatmiko menilai rekan diskusinya, Rocky Gerung, telah terbawa emosi. Ini terkait pernyataan Rocky yang menyebut Presiden Jokowi sebagai “bajingan tolol”.
Budiman mengaku cukup heran. Ketika berdiskusi dengannya, obrolan mereka penuh dengan ide-ide tajam menarik. Namun, ketika bersama pihak lain, Rocky kerap berlaku tidak adil dengan bersikap ofensif. “Tapi entah kenapa kalau berdebat dengan yang lain dia jadi ofensif,” ungkap Budiman.
Sikap ofensif plus defensif sekiranya terlihat jelas saat ini. Menghadapi berbagai kritik terhadap pernyataannya, Rocky justru menyebut istilah “bajingan” sebenarnya bermakna positif.
“Jadi kata bajingan itu kalau dimasukkan di dalam etnolinguistik, itu istilah yang bagus sebetulnya. Istilah yang memperlihatkan ada keakraban. Makanya saya ucapkan saja, ‘memang bajingan itu Presiden Jokowi’,” ungkap Rocky di akun YouTube Rocky Gerung Official.
Lanjut Rocky, istilah “bajingan” sebenarnya merupakan akronim Jawa dari bagusing jiwo angen-angening pangeran. Rocky menyebut istilah “bajingan” berarti orang yang dicintai tuhan. “Bajingan artinya orang yang dicintai tuhan, itu namanya bajingan,” ungkapnya.
Rocky si Sofis
Dalam artikel ini, penulis tidak mempermasalahkan ekspresi berpendapat Rocky. Seperti disebutkannya, kita perlu menghormati pandangan politiknya.
Apa yang disebutkan Rocky bahwa istilah “bajingan” merupakan akronim Jawa juga tidak salah. Bajingan atau bagusing jiwo angen-angening pangeran memang berarti “orang yang punya hati mulia serta dikehendaki oleh tuhan”.
Apa yang dipersoalkan dalam artikel ini adalah sikap defensif yang ditunjukkan Rocky. Masalahnya, untuk kesekian kalinya, Rocky menunjukkan diri sebagai seorang sofis. Dalam lingkup filsafat, khususnya studi logika, sofis adalah mereka yang menguasai ilmu logika namun menggunakannya untuk kepentingan retorika.
Kepentingan itu bisa untuk mempersuasi, memenangkan argumen dalam debat, berkilah, atau menolak mengakui kesalahan. Karena memahami ilmu logika, argumentasi yang disampaikan sofis terdengar begitu logis, namun sebenarnya menyesatkan.
Pada praktik umumnya, sofis mempelajari bentuk-bentuk kesesatan bernalar atau fallacies yang kemudian digunakan untuk memengaruhi argumentasi pihak lain.
Kembali pada Rocky, pada pembelaannya terhadap istilah “bajingan”, Rocky tengah melakukan kesesatan bernalar yang disebut dengan fallacy of ambiguity, khususnya fallacy of equivocation.
Irving Copy dalam bukunya Introduction to Logic, menjelaskan fallacy of equivocation adalah kesesatan bernalar ketika menggunakan istilah bermakna ganda di dalam satu argumentasi.
Dalam retorika, debat, atau upaya defensif, teknik equivocation memang lazim digunakan. Ketika suatu istilah membuat seseorang terpojok, ia akan menjelaskan bahwa istilah itu sebenarnya bermakna lain.
Pada kasus Rocky, jika dari awal ia menjelaskan istilah “bajingan” berarti positif seperti pembelaannya saat ini, sekiranya tidak ada masalah.
Namun, karena penjelasan itu muncul setelah timbul kontroversi, secara cukup meyakinkan kita dapat menyimpulkan bahwa Rocky tengah menggunakan teknik equivocation.
Kasus “Kitab Suci” dan “Chopper Jokowi”
Menengok ke belakang, bukan kali pertama Rocky menunjukkan sisi sofisnya di depan publik. Salah satu kasus yang paling heboh adalah pernyataannya soal “kitab suci fiksi”. Di dalam salah satu acara Indonesia Lawyer Club (ILC) pada 2018 lalu, Rocky dicecar habis setelah mengatakan “kitab suci itu adalah fiksi”.
Namun, alih-alih menjelaskan lebih lanjut soal pernyataannya, Rocky justru melempar pernyataan lain yang juga kontroversial. Rocky menyebut Presiden Jokowi tidak cocok naik sepeda motor chopper karena massa tubuhnya tidak ideal.
Apa yang dilakukan Rocky kala itu adalah kesesatan bernalar yang disebut dengan red herring fallacy. Ini adalah upaya mengalihkan percakapan dari topik aslinya. Ketika terdesak, informasi baru yang tidak relevan namun menghebohkan akan dilempar untuk memecah fokus pihak lain.
Dalam acara ILC itu, pihak lain terlihat berhasil dipersuasi oleh Rocky. Mereka yang awalnya mengkritik pernyataan “kita suci fiksi”, fokusnya teralihkan untuk membela Presiden Jokowi soal sepeda motor chopper.
Well, sebagai penutup, tanpa menurunkan rasa hormat, Rocky Gerung perlu bersikap jujur jika tengah menggunakan kesesatan bernalar untuk mempersuasi.
Jika terus-menerus dibiarkan, dikhawatirkan Rocky akan menjadi sofis, kelompok intelektual yang dikritik habis-habisan oleh Socrates, Plato, dan Aristoteles. (R53)