Tumbuh pesatnya media sosial telah melahirkan fenomena sosial yang disebut dengan cyber activism atau internet activism. Media sosial memungkinkan setiap individu untuk menyuarakan pendapatnya, menuntut keadilan, hingga mengangkat isu tertentu.
Belakangan, kita juga akrab dengan istilah “no viral no justice”. Kurang responsifnya penegakan hukum membuat masyarakat luas memviralkan suatu kasus agar mendapatkan atensi dari pihak berwajib.
Tumbuh suburnya fenomena cyber activism memunculkan hipotesis menarik. Mungkinkah media sosial akan menjadi “pilar kelima” demokrasi?
Sebelumnya, kita akrab dengan istilah pilar keempat demokrasi yang disematkan ke media massa. Itu bertolak dari kemampuan media sosial untuk menyalurkan informasi, hingga menjadi pengawas kekuasaan.
Dengan kemampuan yang sama, bukankah media sosial juga dapat menjadi pilar demokrasi yang baru?