HomeNalar PolitikIntelijen Israel ‘Tunggangi’ Piala Dunia U-20?

Intelijen Israel ‘Tunggangi’ Piala Dunia U-20?

Di balik ramainya penolakan timnas U-20 Israel, publik dibanjiri informasi hubungan Indonesia dan Israel yang ternyata cukup intens dalam beberapa dekade terakhir. Mungkinkah ada motif politik di balik fenomena ini?


PinterPolitik.com

Kalian mungkin setuju kalau belakangan Israel sepertinya sedang sering-seringnya dibicarakan warga Indonesia. Bagaimana tidak, beberapa hari lalu perdebatan soal tim nasional (timnas) sepak bola U-20 Israel diduga kuat menyebabkan batalnya penyelenggaraan Piala Dunia U-20 di negara kita.

Namun, walaupun topik inti dari perdebatan soal Israel belakangan ini lebih ke persoalan pemisahan antara olahraga dan politik, ada satu hal menarik yang juga ikut muncul tapi sepertinya tidak terlalu disadari orang-orang. Dan itu adalah upaya warganet dan media untuk membuktikan bahwa di balik amarah yang ditunjukkan sejumlah masyarakat kita pada Israel, sebenarnya negara kita memiliki hubungan ‘rahasia’ dengan negara Zionis tersebut.

Salah satu hal yang sangat menarik adalah informasi bahwa Indonesia ternyata memiliki hubungan perdagangan yang cukup kuat dengan Israel. Diperoleh dari beberapa sumber, kuatnya perdagangan kedua negara ini bisa dilacak setidaknya sampai tahun 1970-an. Saat itu, Israel membutuhkan impor batu bara dari negara kita.

Semenjak itu, data dari Kementerian Perdagangan (Kemendag) menunjukkan bahwa setiap tahunnya nilai perdagangan Indonesia-Israel selalu mencapai angka ratusan juta dollar. Data terakhir tahun 2022 menunjukkan total perdagangan kita dengan Israel mencapai US$185,6 juta (Rp2,8 triliun).

Selain perdagangan, publik juga akhirnya mengetahui bahwa Indonesia ternyata kerap memesan senjata dan alutsista dari Israel, contohnya pesawat jet A-4 Skyhawks.

Walaupun data-data yang diungkapkan antara Indonesia dan Israel tidak semata-mata bisa kita artikan bahwa Indonesia diam-diam merupakan negara ‘sahabat’ Israel, terungkapnya informasi ini setidaknya mampu membuat banyak rakyat sadar bahwa hubungan dengan Israel mungkin tidak perlu kita benci secara berlebihan. Ini kemudian dibuktikan dengan adanya kubu yang tidak mempermasalahkan bila timnas Israel datang ke Indonesia.

Namun, tidak ada salahnya jika kita bertanya, mungkinkah ada motif politik tersembunyi yang menunggang di balik hebohnya kabar tentang penolakan timnas U-20 Israel?

image 4

Aksi Intelijen Media Israel?

Puluhan tahun setelah Perang Dunia II berakhir, dunia kita masih dibayang-bayangi persaingan geopolitik yang sewaktu-waktu bisa pecah menjadi perang terbuka.

Selain Ukraina yang saat ini sedang berperang melawan Rusia, sejumlah negara-negara Timur Tengah (Timteng) terlebih dahulu senantiasa terancam konflik mematikan. Tentunya, satu perselisihan antar negara di Timteng yang pantas untuk kita jadikan contoh adalah antara Israel dan Palestina.

Konflik yang terjadi antara Israel dan Palestina memiliki konteks yang lebih luas dari sekadar kawasan Timteng semata. Seperti yang diketahui, negara-negara di dunia juga kerap dikubukan menjadi dua sisi, yakni sisi yang mendukung Israel dan sisi yang mendukung Palestina. Oleh karena itu, citra internasional menjadi variabel yang sangat penting bila Israel ataupun Palestina ingin mendapatkan dukungan yang lebih besar dari satu sama lain

Baca juga :  Ridwan Kamil dan "Alibaba Way"

Nah, di era yang modern seperti sekarang ini, mungkin tidak ada hal yang lebih krusial dalam citra internasional selain media. Terkait itu, penting untuk kita ketahui bahwa badan intelijen Israel, Mossad kebetulan memiliki sebuah konsep komunikasi publik yang bernama hasbara. Konsep ini bertujuan menciptakan operasi-operasi intelijen Israel agar komunitas internasional, khususnya negara Islam, bisa menoleransi keberadaan Israel dalam politik internasional.

Dugaan salah satu operasinya yang bisa dengan mudah kita curigai adalah penekanan sejumlah sisi baik tentang Israel kepada publik. Strategi ini diduga dilakukan dengan cara melakukan boosting penyebaran informasi bahwa negara yang sedang ditargetnya ternyata tidak seantagonistik yang awalnya dikira mayoritas masyarakatnya.

Hal ini salah satunya dikonfirmasi oleh seorang jurnalis bernama Ramzy Baroud dalam artikel Israel targets media because it wants its propaganda campaign to continue, yang mengatakan bahwa selama beberapa dekade ke belakang, pemerintah Israel selalu melihat pertempuran memenangkan persepsi publik sebagai salah satu hal yang paling penting untuk mendapatkan dukungan internasional.

Jika dugaan ini benar, maka intelijen Israel sepertinya mendalami strategi propaganda yang disebut fabrication of consent atau fabrikasi persetujuan, yang dipopulerkan oleh Edward S. Herman dan Noam Chomsky, dalam buku mereka berjudul Manufacturing Consent.

Singkatnya, strategi ini mengandalkan pembentukkan opini publik melalui media massa agar masyarakat secara tidak sadar mewajarkan hal-hal fundamental dari suatu agenda politik agar nantinya bila agenda tersebut digerakkan, masyarakat akan melumrahkannya.

Satu indikator yang membuat kita pantas mencurigai peran intelijen di balik terkuaknya hubungan Indonesia-Israel dalam isu Piala Dunia U-20 juga adalah karena ia muncul saat Indonesia sedang dilanda perdebatan besar.

Ruben Durante dalam karya ilmiahnya Attack When the World Is Not Watching? U.S. News and the Israeli-Palestinian Conflict, menyebutkan bahwa Israel memang sering menunggangi kepentingannya ketika dunia sedang disibukkan dengan berita lain. Hal ini dilakukan agar informasi mendasar yang sebenarnya ingin disampaikan intelijen Israel bisa ‘menyelinap’ di balik isu yang saat itu dianggap lebih penting.

Di Amerika Serikat (AS) misalnya, Durante menemukan bahwa perbincangan tentang Israel kerap meningkat ketika public sedang terfokus pada isu skala nasional seperti event olahraga SuperBowl, inflasi, dan bencana alam.

Nah, dalam konteks perdebatan Piala Dunia U-20, kita bisa lihat sendiri bagaimana mayoritas dari kita mungkin hanya melihat fakta-fakta hubungan rahasia Indonesia-Israel sebagai informasi suplementer saja untuk mendukung argumen bahwa timnas Israel sebetulnya layak diterima untuk bertanding di Indonesia. Secara tidak sadar, taktik seperti ini mampu membuat orang-orang menyetujui nilai positif Israel secara sedikit demi sedikit.

Dalam jangka panjang, informasi yang didapatkan ini bisa menjadi top of mind atau pikiran pertama yang terlintas dalam benak masyarakat Indonesia ketika nantinya kembali muncul perdebatan soal Israel. Bisa jadi, tujuan besarnya sebetulnya adalah menciptakan rasa persetujuan bila Indonesia nantinya dihadapkan perbincangan tentang normalisasi hubungan diplomasi dengan Israel. Satu hal yang memang kerap dianggap sebagai misi besar Israel hingga saat ini.

Baca juga :  Indonesia First: Doktrin ala Prabowo?

Namun, kalau dugaan-dugaan ini memang benar, mungkinkah strategi ala fabrication of consent ini berjalan efektif?

image 5

Hampir Sudah Pasti Efektif?

Menurut data dari DataReportal, pada tahun 2023 ini Indonesia adalah negara yang peringkat keempat dengan jumlah pengguna internet terbanyak di dunia dengan angka 212 juta orang.

Dari angka tersebut menurut survei Kementerian Informasi dan Komunikasi (Kominfo), 66,31 persen masyarakat Indonesia menggunakan gawai sebagai perangkat internet dan media sosial. 70,95 persen di antara para pengguna gawai tersebut berusia antara 20 sampai 29 tahun.

Menariknya, Jennyfer dalam tulisannya Bagaimana Media Sosial Bisa Mengubah Pola Pikir Orang?, menyebutkan bahwa usia ternyata sangat mempengaruhi pembentukan pola pikir seseorang dalam media sosial.

Menurutnya, orang-orang usia muda adalah pengguna media sosial yang paling rentan dipengaruhi oleh informasi yang beredar di sosial. Karena pengalamannya yang minim, seringkali pengguna usia muda terkagum-kagum pada hal-hal yang sifatnya komplementer dibandingkan esensial sari informasi yang tersampaikan. Sebagai contoh, kita kerap lebih tertarik mengetahui fun facts tentang sesuatu yang disampaikan melalui video pendek dibanding video sejarah yang panjangnya bisa sampai satu jam.

Sebagai dampak tidak langsungnya, orang-orang usia muda yang menjadi mayoritas dari penduduk digital juga sering jadi kelompok yang paling vokal dalam menyuarakan pendapatnya di media sosial.

Nah, kembali pada konteks dugaan operasi intelijen media Israel, dengan adanya fenomena ini, bisa kita artikan bahwa probabilitas suksesnya infiltrasi kepentingan Israel dalam menciptakan fabrication of consent di masyarakat Indonesia sesungguhnya sangat besar.

Anak-anak muda mungkin menganggap informasi baru yang didapatkannya membuat dirinya sebagai seseorang yang progresif, tapi di saat yang bersamaan mereka tidak akan pernah tahu informasi yang diperolehnya itu mungkin sebenarnya bagian dari sebuah bahan propaganda.

Sebagai dampaknya, kelompok pada level usia muda Indonesia pun bisa menjadi ‘agen’ yang paling efektif dalam menyebarkan konten-konten yang mampu membuat orang melumrahkan hubungan Indonesia dan Israel. Kalau sudah begitu, sepertinya misi normalisasi kedua negara ini tidak lagi jadi suatu hal yang mustahil, karena bisa saja akhirnya rakyat menyetujuinya.

Namun, pada akhirnya penting untuk kita catat bahwa semua ini hanyalah dugaan semata. Kita tidak bisa secara pasti menyebut fenomena terkuaknya hubungan Indonesia-Israel adalah akibat peran intelijen, tapi kita pun tidak bisa membantah bahwa hal ini adalah sesuatu yang terjadi secara alamiah.

Yang jelas, internet dan media sosial adalah dunia yang penuh dengan propaganda. Hanya diri kita yang bisa kita andalkan untuk memisahkan mana informasi yang benar-benar berguna untuk kita dan mana yang tidak. (D74)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Kok Megawati Gak Turun Gunung?

Ketua Umum (Ketum) PDIP, Megawati Soekarnoputri hingga kini belum terlihat ikut langsung dalam kampanye Pilkada. Kira-kira apa alasannya? 

Berani Prabowo Buka Pandora Papers Airlangga?

Ramai-ramai bicara soal kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen yang disertai dengan protes di media sosial, tiba-tiba juga ramai pula banyak akun men-share kembali kasus lama soal nama dua pejabat publik – Airlangga Hartarto dan Luhut Pandjaitan – yang di tahun 2021 lalu disebut dalam Pandora Papers.

“Sekolam” Ahok, Kesaktian Anies Luntur?

Keputusan Anies Baswedan meng-endorse Pramono Anung-Rano Karno di Pilkada Jakarta 2024 memantik interpretasi akan implikasi politiknya. Utamanya karena Anies pada akhirnya satu gerbong dengan eks rivalnya di 2017 yakni Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan PDIP serta tendensi politik dinasti di dalamnya, termasuk yang terjadi pada Pramono.

Siasat Prabowo Akui Sengketa LCS

Pemerintahan Prabowo disorot karena ‘akui’ klaim tumpang tindih LCS dalam joint statement Tiongkok. Mungkinkah ada siasat strategis di baliknya?

Rahasia Triumvirat Teddy, AHY, dan Hegseth?

Terdapat kesamaan administrasi Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump dengan Presiden Prabowo Subianto, yakni mempercayakan posisi strategis kepada sosok berpangkat mayor. Kiranya, terdapat rahasia tertentu di balik kesamaan itu yang dapat mendukung support dalam dimensi tertentu ke pemerintahan masing-masing. Mengapa demikian?

Anies Di-summon PKS!

Ahmad Syaikhu in a battle against Dedi be like, “I summon Anies Baswedan!”  #Anies #AniesBaswedan #PilkadaJawaBarat #AhmadSyaikhu #IlhamHabibie #PKS #pinterpolitik #infografis #politikindonesia #beritapolitik #beritapolitikterkini

Betulkah Jokowi Melemah? 

Belakangan mulai muncul pandangan bahwa pengaruh politik Jokowi kian melemah, hal tersebut seringnya diatribusikan dengan perkembangan berita judi online yang kerap dikaitkan dengan Budi Arie, dan kabar penangguhan jabatan doktor Bahlil Lahadalia, dua orang yang memang dulu disebut dekat dengan Jokowi. Tapi, apakah betul Jokowi sudah melemah pengaruhnya? 

Masihkah Prabowo Americans’ Fair-Haired Boy?

Dua negara menjadi tujuan utama Prabowo saat melakukan kunjungan kenegaraan pertamanya pasca dilantik sebagai presiden: Tiongkok dan Amerika Serikat.

More Stories

Kok Megawati Gak Turun Gunung?

Ketua Umum (Ketum) PDIP, Megawati Soekarnoputri hingga kini belum terlihat ikut langsung dalam kampanye Pilkada. Kira-kira apa alasannya? 

Betulkah Jokowi Melemah? 

Belakangan mulai muncul pandangan bahwa pengaruh politik Jokowi kian melemah, hal tersebut seringnya diatribusikan dengan perkembangan berita judi online yang kerap dikaitkan dengan Budi Arie, dan kabar penangguhan jabatan doktor Bahlil Lahadalia, dua orang yang memang dulu disebut dekat dengan Jokowi. Tapi, apakah betul Jokowi sudah melemah pengaruhnya? 

Prabowo & Trump: MAGA vs MIGA? 

Sama seperti Donald Trump, Prabowo Subianto kerap diproyeksikan akan terapkan kebijakan-kebijakan proteksionis. Jika benar terjadi, apakah ini akan berdampak baik bagi Indonesia?