HomeNalar PolitikMengenal Panggung-panggung dalam Politik

Mengenal Panggung-panggung dalam Politik

Erving Goffman melalui dramaturgi politiknya menyebut interaksi dalam dunia politik ibarat sebuah panggung teater, di mana ada panggung depan dan panggung belakang. Tapi, apakah benar panggung politik hanya terdiri dari dua itu saja?


PinterPolitik.com

Dunia politik adalah dunia yang penuh dengan drama. Kita sering melihat di berita-berita terkadang para politisi sering melemparkan pernyataan-pernyataan yang cukup nyelekit ke satu sama lain, namun di kesempatan yang lain, mereka justru malah terlihat akur.

Kalau kita mengacu pada pandangan Erving Goffman dan konsep dramaturgi politik, sifat politik yang seperti ini layaknya panggung teater, yang memiliki panggung depan (front stage) dan panggung belakang (backstage). 

Sederhananya, kalau menurut Goffman, panggung belakang adalah realitas politik, sementara panggung depan adalah realitas yang telah disortir atau yang telah dipilah sedemikian rupa untuk ditampilkan kepada audiens, yakni media massa dan kita semua. 

Oleh karena itu, ketika ada seorang politisi yang tiba-tiba menyerang politisi lain dengan mengucapkan pernyataan yang cukup pedas, besar kemungkinannya itu untuk menunjukkan pada lawan politisinya bahwa mereka benar-benar tidak setuju dengan apa yang terjadi di belakang layar, sekaligus untuk mendulang simpati publik padanya.

Akan tetapi, ada satu hal yang luput dari perspektif panggung depan dan panggung belakang ini, yakni kapan penggodokan suatu konsep agenda politik di belakang layer? Kapan ia berubah menjadi materi yang layak dipertontonkan di panggung depan?

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, di tulisan kali ini akan membahas panggung politik yang ketiga, yakni middle stage atau panggung tengah.

image 75

Tempat Kepentingan Politik Dibenturkan

Dosen Komunikasi Politik, Lely Arrianie dalam bukunya Komunikasi Politik: Dramatisme dan Pencitraan Politisi di Panggung Politik, menyebutkan bahwa kohesitas dalam politik, bahkan dalam internal partai tidak semata-mata terjadi begitu saja. 

Baca juga :  Berani Prabowo Buka Pandora Papers Airlangga?

Dalam prosesnya, sebelum membawa apa yang ingin disampaikan ke sesama pemegang kepentingan, para politisi menentukan terlebih dahulu batas-batas kompromi di antara kalangan mereka sendiri. Hal ini contohnya seperti rapat fraksi di DPR dan rapat partai politik.

Setelah sudah menentukan apa yang ingin disampaikan, barulah kepentingan-kepentingan tadi dibawa ke panggung tengah yang merupakan arena di mana kepentingan para politisi dari berbagai macam fraksi diketemukan. 

Nah, di panggung tengah ini, pembangunan komitmen kompromistis di antara skenario panggung depan dan panggung belakang pun terjadi. 

Namun, tidak seperti skenario pertemuan konspiratif yang mungkin dibayangkan banyak orang, pertemuan-pertemuan panggung tengah politik menurut Lely bisa berbentuk sebuah diskusi publik atau seminar, percakapan di lobi hotel, restoran, dan bahkan di toilet sekalipun. 

Menariknya, pertemuan-pertemuan panggung tengah ini kadang kala bersifat transparan. Dalam acara seminar misalnya, di mana publik memiliki kesempatan untuk berbincang dengan para politisi, sebenarnya para tamu seminar bisa dianggap juga terlibat dalam panggung tengah. Apalagi bila jelas-jelas dalam seminar tersebut dihadirkan dua politisi dari latar belakang partai yang sedang bersiteru. 

Esensinya, menurut Lely, panggung tengah ini secara khusus mampu memberi ruang pada politisi untuk tetap menggunakan simbol keanggotaannya sebagai seorang politisi di dalam suatu situasi dan kondisi yang mampu membuat mereka bertindak layaknya seorang manusia yang sedang berinteraksi, tanpa terkekang keterbatasan gestur layaknya di panggung depan maupun panggung belakang politik. 

Dan tentunya, sebagai tempat pertemuan kepentingan politik panggung depan dan panggung belakang, panggung tengah ini seringkali menjadi faktor yang paling krusial dalam menentukan interaksi antara dua atau lebih politisi dan partai politik yang tidak berada dalam “kamar” yang sama. 

Baca juga :  Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Jika kepentingan politik masing-masing pihak berbenturan di panggung tengah dan tidak bisa menemukan kompromi, maka itu jelas akan merubah skenario narasi yang akan mereka lakukan di media massa dan pertemuan-pertemuan poltik lain yang sifatnya lebih formal.

So, selanjutnya seorang politisi tiba-tiba mengeluarkan pernyataan yang kontroversial, jangan langsung bertegang hati, karena bisa saja dia sebenarnya sedang mencoba berunding dengan lawan politik yang ditargetnya. (D74)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Dengarkan artikel ini: Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut. Meski belum juga terjadi, banyak yang...

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

Ridwan Kamil “Ditelantarkan” KIM Plus? 

Hasil tidak memuaskan yang diperoleh pasangan Ridwan Kamil-Suswono (RIDO) dalam versi quick count Pemilihan Gubernur Jakarta 2024 (Pilgub Jakarta 2024) menjadi pertanyaan besar. Mengapa calon yang didukung koalisi besar tidak tampil dominan?