HomeNalar PolitikParpol Kecil Bendung Radikalisasi

Parpol Kecil Bendung Radikalisasi

Maraknya gerakan radikalisasi saat ini membuat prihatin banyak pihak, termasuk partai-partai politik. Demi membendung kelompok radikal tersebut, PNI Marhaenisme berinisiatif melakukan konsolidasi partai-partai politik kecil berasas nasionalis.


PinterPolitik.com

“Elite politik mendukung radikalisme. Sebenarnya bukan mendukung, tapi menunggangi untuk meraih suara.”

[dropcap size=big]I[/dropcap]tulah pernyataan Mantan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai melihat banyak elite politik di Indonesia yang memanfaatkan kelompok radikal untuk mendulang suara. “Anda lihat mereka (kelompok radikal) diundang masuk ke Senayan (Gedung DPR/MPR), deklarasi mau menjatuhkan Presiden,” katanya, Senin (8/5) lalu.

Adanya pandangan ini, membuat sejumlah kalangan mulai berpikir perlunya konsolidasi partai politik (parpol) berbasis nasionalisme guna mendorong penguatan kesadaran seluruh warga Indonesia. “Partai-partai kecil yang berbasis nasionalisme disarankan perlu memperkuat konsolidasi agar kekuatan politik tidak didominasi aliran radikal. PNI Marhaenisme menjadi salah satu peluang untuk diperkuat dengan berbagai kekuatan lain,” kata seorang sumber di Jakarta, Rabu (5/7).

Menurutnya, bentuk konsolidasi tersebut masih dicari. Alternatif yang ada diantaranya mendorong penggabungnya parpol atau model lainnya, sehingga ada kekuatan yang lebih besar. Bisa juga dilakukan konsolidasi dengan partai-partai besat berbasis ideologi yang sama. “Bentuknya masih belum ada yang fix dan perlu dikaji lebih jauh,” katanya.

Secara terpisah, Wakil Sekretaris Jenderal PNI Marhaenisme Ibnu Prakoso menyatakan sepakat untuk meningkatkan komitmen nasionalisme dari semua pihak melalui partai politik. Langkah itu dinilai tepat agar konsolidasi parpal bisa membendung kelompok-kelompok radikal. Sementara itu, pengamat politik Muhammad AS Hikam menilai menguatnya kelompok radikal di tanah air dipengaruhi sistem masyarakat dan politik yang terbuka.

Baca juga :  Kok Megawati Gak Turun Gunung?

“Keterbukaan atau yang kita katakan  demokrasi itu memang belum terjadi konsolidasi, sehingga terjadi peluang-peluang bagi kelompok-kelompok yang dulunya tidak kuat menjadi kuat, termasuk kelompok-kelompok yang disebut kelompok radikal itu, baik radikal kanan maupun radikal kiri dan sebagainya,” ujarnya di Gedung Komnas HAM, Jakarta, Senin (15/5).

Karenanya, Hikam mendorong konsolidasi demokrasi harus dipercepat, karena diyakini dapat menciptakan tatanan hukum yang kuat. Mantan Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) ini mengingatkan, radikalisasi dapat berkembang dengan cepat dan tidak hanya melalui medium pemilihan kepala daerah (pilkada). “Mau tidak mau negara harus tegas dalam mengambil sikap terhadap kecenderungan dari radikalisme dan radikalisasi yang gencar di masyarakat,” tegasnya. (Suara Pembaruan)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Kok Megawati Gak Turun Gunung?

Ketua Umum (Ketum) PDIP, Megawati Soekarnoputri hingga kini belum terlihat ikut langsung dalam kampanye Pilkada. Kira-kira apa alasannya? 

Berani Prabowo Buka Pandora Papers Airlangga?

Ramai-ramai bicara soal kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen yang disertai dengan protes di media sosial, tiba-tiba juga ramai pula banyak akun men-share kembali kasus lama soal nama dua pejabat publik – Airlangga Hartarto dan Luhut Pandjaitan – yang di tahun 2021 lalu disebut dalam Pandora Papers.

“Sekolam” Ahok, Kesaktian Anies Luntur?

Keputusan Anies Baswedan meng-endorse Pramono Anung-Rano Karno di Pilkada Jakarta 2024 memantik interpretasi akan implikasi politiknya. Utamanya karena Anies pada akhirnya satu gerbong dengan eks rivalnya di 2017 yakni Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan PDIP serta tendensi politik dinasti di dalamnya, termasuk yang terjadi pada Pramono.

Siasat Prabowo Akui Sengketa LCS

Pemerintahan Prabowo disorot karena ‘akui’ klaim tumpang tindih LCS dalam joint statement Tiongkok. Mungkinkah ada siasat strategis di baliknya?

Rahasia Triumvirat Teddy, AHY, dan Hegseth?

Terdapat kesamaan administrasi Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump dengan Presiden Prabowo Subianto, yakni mempercayakan posisi strategis kepada sosok berpangkat mayor. Kiranya, terdapat rahasia tertentu di balik kesamaan itu yang dapat mendukung support dalam dimensi tertentu ke pemerintahan masing-masing. Mengapa demikian?

Anies Di-summon PKS!

Ahmad Syaikhu in a battle against Dedi be like, “I summon Anies Baswedan!”  #Anies #AniesBaswedan #PilkadaJawaBarat #AhmadSyaikhu #IlhamHabibie #PKS #pinterpolitik #infografis #politikindonesia #beritapolitik #beritapolitikterkini

Betulkah Jokowi Melemah? 

Belakangan mulai muncul pandangan bahwa pengaruh politik Jokowi kian melemah, hal tersebut seringnya diatribusikan dengan perkembangan berita judi online yang kerap dikaitkan dengan Budi Arie, dan kabar penangguhan jabatan doktor Bahlil Lahadalia, dua orang yang memang dulu disebut dekat dengan Jokowi. Tapi, apakah betul Jokowi sudah melemah pengaruhnya? 

Masihkah Prabowo Americans’ Fair-Haired Boy?

Dua negara menjadi tujuan utama Prabowo saat melakukan kunjungan kenegaraan pertamanya pasca dilantik sebagai presiden: Tiongkok dan Amerika Serikat.

More Stories

Informasi Bias, Pilpres Membosankan

Jelang kampanye, pernyataan-pernyataan yang dilontarkan oposisi cenderung kurang bervarisi. Benarkah oposisi kekurangan bahan serangan? PinterPolitik.com Jelang dimulainya masa kampanye Pemilihan Presiden 2019 yang akan dimulai tanggal...

Galang Avengers, Jokowi Lawan Thanos

Di pertemuan World Economic Forum, Jokowi mengibaratkan krisis global layaknya serangan Thanos di film Avengers: Infinity Wars. Mampukah ASEAN menjadi Avengers? PinterPolitik.com Pidato Presiden Joko Widodo...

Jokowi Rebut Millenial Influencer

Besarnya jumlah pemilih millenial di Pilpres 2019, diantisipasi Jokowi tak hanya melalui citra pemimpin muda, tapi juga pendekatan ke tokoh-tokoh muda berpengaruh. PinterPolitik.com Lawatan Presiden Joko...