HomeHeadlineSandi Didesak Tinggalkan Prabowo?

Sandi Didesak Tinggalkan Prabowo?

Partai Gerindra akan mengusung Prabowo Subianto di Pilpres 2024. Apakah Sandiaga Uno harus meninggalkan Partai Gerindra dan Prabowo agar dapat maju di Pilpres 2024?


PinterPolitik.com

“Loyalty to the country always. Loyalty to the government when it deserves it.” ― Mark Twain, penulis Amerika Serikat

Pada 28 Agustus 2022, dalam rangka memperingati ulang tahun keempat Rumah SandiUno Indonesia (RSI), diselenggarakan diskusi publik (dispub) bertajuk “Rumah SandiUno Indonesia Menuju Masa Depan Bangsa”. Salah satu pembicara dalam dispub itu, yakni pengamat politik Igor Dirgantara memberikan pernyataan menarik. Menurutnya, halangan Sandiaga Uno maju di Pilpres 2024 adalah loyalitas kepada Prabowo Subianto. 

Igor mengutip pernyataan Sandi yang menyebut loyalitas adalah barang mahal dalam politik. Menurutnya, sebagai kader Partai Gerindra, Sandi pasti akan memberikan dukungan penuh jika Prabowo maju di Pilpres 2024.

Pembicara lainnya, yakni pakar strategi pariwisata Taufan Rahmadi menanggapi kesimpulan Igor dengan pertanyaan menarik. “Jika berbicara loyalitas, pilih mana, loyalitas kepada Prabowo atau kepada Indonesia?”, begitu tuturnya.

Sebagai pakar pariwisata, Taufan menilai Sandi sukses sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf). Ada tiga poin keberhasilan yang dikemukakan Taufan. 

Pertama, di tengah kondisi pandemi Covid-19, Sandi berhasil mengkolaborasikan stakeholder agar masyarakat bisa leluasa berwisata tanpa perlu pusing memikirkan karantina.

Kedua, peringkat sektor pariwisata Indonesia di dunia naik 12 posisi menjadi 32 dari 117 negara dalam Indeks Daya Saing Pariwisata (Travel and Tourism Competitiveness Index/TTCI) yang dikeluarkan oleh World Economic Forum (WEF) 2022.

Ketiga, Sandi diundang ke Sidang Umum PBB pada 4 Mei 2022 untuk menceritakan kesuksesannya sebagai Menparekraf dalam memulihkan sektor pariwisata Indonesia. 

“Secara tegas saya sampaikan di hadapan delegasi negara-negara sahabat PBB, bahwa Indonesia adalah salah satu negara dengan penanganan pandemi yang menjadi panutan di dunia,” ungkap Sandi dalam forum tersebut. 

Menurut Taufan, tiga poin kesuksesan itu adalah modal yang baik bagi Sandi untuk maju di Pilpres 2024. Lanjutnya, penentuannya ada pada Sandi. Apakah Sandi akan loyal kepada Prabowo dengan mendukung sang Ketua Umum Gerindra di 2024, atau mengacu pada loyalitas yang lebih tinggi, yakni kepada Indonesia dengan maju sendiri sebagai kandidat di 2024.

Kembali pada pernyataan Igor, dengan statusnya sebagai kader Partai Gerindra, apakah itu telah membelenggu Sandi? Apakah mungkin Sandi telah dikunci oleh Prabowo? 

sandi pilih indonesia atau prabowo ed.

Loyalitas dalam Politik

Ada dua bantahan telak terhadap kesimpulan Igor Dirgantara. Pertama, secara empiris, pada 30 Agustus 2022 Sandi sudah menyatakan kesiapannya untuk maju di Pilpres 2024. Terkait siapa pasangan dan partai yang mengusungnya, Sandi menyerahkannya pada mekanisme pasar politik.

Baca juga :  Hype Besar Kabinet Prabowo

Sandi sendiri sempat keluar masuk Partai Gerindra, namun tetap mendapat posisi ketika kembali ke partai yang dipimpin Prabowo Subianto itu. 

Atas pernyataannya untuk siap maju di 2024, sama dengan Taufan Rahmadi, pengamat politik Saiful Anam juga menyarankan Sandi untuk segera menentukan pilihan. 

“Apakah masih ingin bertahan di Gerindra dengan konsekuensi mendukung penuh pencapresan Prabowo, atau berlabuh ke partai lain yang mengakomodir langkah-langkah politiknya,” ujar Saiful pada 2 September 2022.

Kedua, secara teoretis, loyalitas dalam politik pada dasarnya diikat oleh kepentingan. Dalam bukunya Populisme, Politik Identitas, dan Dinamika Elektoral: Mengurai Jalan Panjang Demokrasi Prosedural, Burhanuddin Muhtadi menyebut fenomena ini sebagai office seeking.

Menurut Burhanuddin, kerja sama dalam politik Indonesia, seperti koalisi, dibangun atas dasar office seeking, bukan policy seeking. Kerja sama bukan untuk menjalankan ideologi atau kebijakan publik tertentu, melainkan semata-mata demi meraih kursi kekuasaan.

Jika melihatnya menggunakan teori yang jauh lebih besar, kita dapat membaca buku Francis Fukuyama yang berjudul The Origin of Political Order: From Prehuman Times to the French Revolution. Dengan bertolak pada teori biologi evolusioner, Fukuyama menyebut kerja sama dalam politik sebagai reciprocal altruism.

Itu adalah teori yang menjelaskan kenapa manusia melakukan kerja sama dengan mereka yang bukan merupakan anggota keluarganya. Dalam hipotesisnya, manusia melakukan kerja sama bukan karena dimotivasi oleh altruisme, melainkan karena manusia itu egois. Individu menilai pekerjaannya akan lebih mudah dilakukan apabila melakukan kerja sama atau saling membantu.

Penjelasan Fukuyama ini mengingatkan kita pada buku Adam Smith yang berjudul The Wealth of Nations. Dalam buku yang terbit pada tahun 1776 itu, ada satu kalimat yang kerap dikutip.

It is not from the benevolence of the butcher, the brewer, or the baker, that we expect our dinner, but from their regard to their own interest.” 

Artinya, “Bukan karena kebaikan hati si tukang daging, pembuat bir, atau tukang roti, yang menyediakan makan malam kita, melainkan karena perhatian mereka pada kepentingan diri mereka sendiri.”

Maksudnya, makan malam yang kita nikmati di malam hari, ataupun barang-barang berkualitas yang kita beli, bukan tersedia karena para pedagang memiliki hati yang baik untuk memenuhi kebutuhan kita. 

Itu dilakukan karena keegoisan para pedagang. Mereka menyediakan barang dan jasa yang berkualitas agar kita membelinya sehingga mereka menjadi untung dan kaya raya.

Atas dua bantahan itu, kesimpulan Igor Dirgantara yang menyebut Sandi akan loyal kepada Prabowo tampaknya telah keliru. Baik secara empiris maupun teoretis, loyalitas yang disebut-sebut Igor bukanlah ganjalan bagi Sandi.

Baca juga :  “Sekolam” Ahok, Kesaktian Anies Luntur?
fb img 1662296461035

Sandi adalah Magnet Politik

Selain dua bantahan itu, ada satu lagi kesimpulan menarik soal Sandi. Jika memperhatikan karier politik Sandi, khususnya sejak Pilgub DKI Jakarta 2017, sang Menparekraf dapat disebut sebagai magnet politik. Dengan modal politik (political capital) yang besar, seperti popularitas, finansial, elektabilitas, dan jaringan bisnis, Sandi adalah magnet politik dan berpotensi kuat menjadi rebutan berbagai partai politik.

Simpulan itu juga dapat ditarik dari pernyataan Igor Dirgantara di acara diskusi publik RSI. Terangnya, diusungnya Sandi sebagai cawapres Prabowo pada Pilpres 2019 terjadi pada H-1 deklarasi. 

Saat itu Sandi sedang di luar negeri dalam rangka tugas sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta. Prabowo kemudian menghubunginya untuk kembali ke tanah air. Besoknya terjadi deklarasi Prabowo-Sandi di Jalan Kertanegara. 

Cerita Igor ini dengan tegas menyiratkan betapa besarnya daya tarik politik seorang Sandiaga Uno. Coba bayangkan, hanya dalam waktu satu hari berbagai partai politik mengambil keputusan bulat untuk mendukung Sandi. Entah apa pun yang terjadi, yang jelas, Sandi dinilai dapat mendongkrak keterpilihan Prabowo. 

Daya tarik itu juga terlihat dari hasil Musyawarah Rakyat (Musra) Relawan Joko Widodo (Jokowi). Secara mengejutkan, nama Sandi bertengger di nomor dua sebagai capres pilihan Musra. Dengan memperoleh 16,92 persen, Sandi hanya kalah dari Jokowi yang memperoleh 29,79 persen dukungan.

Peneliti dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi memberikan pandangan menarik soal hasil Musra tersebut. Menurutnya, persentase yang diperoleh Sandi bukanlah hasil polesan.

“Angka persentase yang diperoleh Sandi ini relatif belum dipoles. Saat ini, kita belum dengar, belum lihat Sandi ini punya tim khusus yang bekerja untuk berkontestasi di 2024. Kalau tokoh-tokoh lain yang sudah menunjukkan niatnya untuk bertarung di 2024, mereka sudah kelihatan ada tim profesional yang bekerja menuju 2024,” ungkap Fahmi pada 3 September 2022.

Well, sebagai penutup, ada dua hal yang dapat disimpulkan. Pertama, tidak benar jika terdapat pihak menyebut Sandi dikunci oleh loyalitas kepada Prabowo.

Kedua, dengan modal politiknya yang besar, Sandi sepertinya “didesak” untuk keluar dari bayang-bayang Prabowo dan Partai Gerindra agar dapat maju di Pilpres 2024.

Kembali mengutip pernyataan Mark Twain di awal tulisan. Loyalitas kepada negara harus selalu dilakukan. Namun, loyalitas kepada pemerintah diberikan ketika itu layak untuk dilakukan. (R53)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Kok Megawati Gak Turun Gunung?

Ketua Umum (Ketum) PDIP, Megawati Soekarnoputri hingga kini belum terlihat ikut langsung dalam kampanye Pilkada. Kira-kira apa alasannya? 

Berani Prabowo Buka Pandora Papers Airlangga?

Ramai-ramai bicara soal kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen yang disertai dengan protes di media sosial, tiba-tiba juga ramai pula banyak akun men-share kembali kasus lama soal nama dua pejabat publik – Airlangga Hartarto dan Luhut Pandjaitan – yang di tahun 2021 lalu disebut dalam Pandora Papers.

“Sekolam” Ahok, Kesaktian Anies Luntur?

Keputusan Anies Baswedan meng-endorse Pramono Anung-Rano Karno di Pilkada Jakarta 2024 memantik interpretasi akan implikasi politiknya. Utamanya karena Anies pada akhirnya satu gerbong dengan eks rivalnya di 2017 yakni Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan PDIP serta tendensi politik dinasti di dalamnya, termasuk yang terjadi pada Pramono.

Siasat Prabowo Akui Sengketa LCS

Pemerintahan Prabowo disorot karena ‘akui’ klaim tumpang tindih LCS dalam joint statement Tiongkok. Mungkinkah ada siasat strategis di baliknya?

Rahasia Triumvirat Teddy, AHY, dan Hegseth?

Terdapat kesamaan administrasi Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump dengan Presiden Prabowo Subianto, yakni mempercayakan posisi strategis kepada sosok berpangkat mayor. Kiranya, terdapat rahasia tertentu di balik kesamaan itu yang dapat mendukung support dalam dimensi tertentu ke pemerintahan masing-masing. Mengapa demikian?

Anies Di-summon PKS!

Ahmad Syaikhu in a battle against Dedi be like, “I summon Anies Baswedan!”  #Anies #AniesBaswedan #PilkadaJawaBarat #AhmadSyaikhu #IlhamHabibie #PKS #pinterpolitik #infografis #politikindonesia #beritapolitik #beritapolitikterkini

Betulkah Jokowi Melemah? 

Belakangan mulai muncul pandangan bahwa pengaruh politik Jokowi kian melemah, hal tersebut seringnya diatribusikan dengan perkembangan berita judi online yang kerap dikaitkan dengan Budi Arie, dan kabar penangguhan jabatan doktor Bahlil Lahadalia, dua orang yang memang dulu disebut dekat dengan Jokowi. Tapi, apakah betul Jokowi sudah melemah pengaruhnya? 

Masihkah Prabowo Americans’ Fair-Haired Boy?

Dua negara menjadi tujuan utama Prabowo saat melakukan kunjungan kenegaraan pertamanya pasca dilantik sebagai presiden: Tiongkok dan Amerika Serikat.

More Stories

Ganjar Kena Karma Kritik Jokowi?

Dalam survei terbaru Indonesia Political Opinion, elektabilitas Ganjar-Mahfud justru menempati posisi ketiga. Apakah itu karma Ganjar karena mengkritik Jokowi? PinterPolitik.com Pada awalnya Ganjar Pranowo digadang-gadang sebagai...

Anies-Muhaimin Terjebak Ilusi Kampanye?

Di hampir semua rilis survei, duet Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar selalu menempati posisi ketiga. Menanggapi survei yang ada, Anies dan Muhaimin merespons optimis...

Kenapa Jokowi Belum Copot Budi Gunawan?

Hubungan dekat Budi Gunawan (BG) dengan Megawati Soekarnoputri disinyalir menjadi alasan kuatnya isu pencopotan BG sebagai Kepala BIN. Lantas, kenapa sampai sekarang Presiden Jokowi...