Kisruh dalam tubuh DPD RI kemungkinan besar masih belum tuntas, walaupun PTUN telah menyatakan kalau putusan yang dikeluarkan MA mengenai pengangkatan OSO sebagai Ketua DPD tidak cacat hukum.
PinterPolitik.com
“Menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima.”
[dropcap size=big]S[/dropcap]orakan lega terdengar saat Ketua Majelis Hakim Abdullah Ujang, dari Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta (PTUN) menolak gugatan GKR Hemas atas keabsahan pengambilan sumpah Oesman Sapta Odang (OSO), sebagai Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) oleh Mahkamah Agung. “Putusan ini diharapkan mampu menghentikan konflik di internal DPD,” harap Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono.
Menurutnya, apa yang telah diputuskan oleh hakim adalah yang terbaik. Ia berharap semua pihak menghormati keputusan yang telah ditetapkan hakim. “Kita sangat menghormati keputusan itu dan kita juga harap seluruh pihak termasuk teman-teman yang masih menuntus proses hukum itu dapat menghormati keputusan hakim. Saya kita ini sudah final,” ujarnya di PTUN Jakarta Timur, Kamis (8/6).
Ia juga berharap agar semua anggota DPD yang saat ini masih belum bergabung untuk kembali melakukan kewajibannya di Senayan. “Sayang sekali kalau teman-teman masih di luar dan tidak bergabung. Mereka kan punya kewajiban juga,” ajak Nono yang datang mewakili OSO. Ia juga berharap agar kekisruhan di DPD dapat segera berakhir, ini terlihat dari beberapa anggota yang sebelumnya kontra mulai ikut bergabung.
Pelantikan Oesman Sapta Odang (Oso) sebagai Ketua DPD RI oleh Wakil Ketua Mahkamah Agung (MA), Suwardi, pada 4 Apr… https://t.co/DJNdVqCDjH
— Klik GATRA (@KlikGATRA) June 6, 2017
Ia juga membantah kalau pergantian kepemimpinan DPD lalu merupakan kudeta, sebab polemik ini merupakan proses politik yang biasa terjadi. “Sudah waktunya kita bekerja bersama-sama dan sekarang di sidang paripurna juga sudah lebih dari 95 persen yang bekerja normal. Sisanya 5 persen, ayo cepat bergabunglah. Kita bekerja untuk daerah, untuk rakyat,” lanjutnya.
Menurut hakim anggota persidangan, Nelvy Christin, penolakan gugatan ini berdasarkan pasal 15 huruf a peraturan MA RI tahun 2015. Ia mengatakan, permohonan itu tidak diterima karena tidak memenuhi syarat formal dan tidak memiliki legal standing. Sehingga majelis hakim berkesimpulan bahwa formalitas para pemohon dianggap fiktif positif, sehingga tidak memenuhi pasal 53 tentang UU Administrasi Pemerintah.
Menanggapi penolakan tersebut kubu GKR Hemas melalui pengacaranya, Irmanputra Sidin, mengatakan putusan ini tidak menyebut kepemimpinan OSO di DPD sah. “Harus dipahami bahwa putusan ini tidak satu pun kata dan kalimat yang menyatakan bahwa kepemimpinan Oesman Sapta Odang dan kawan-kawan itu sah. Itu yang paling penting,” ujarnya usai sidang, Kamis (8/6).
Irman yakin, majelis hakim mengambil putusan karena ada ketakutan tersendiri. Padahal, seharusnya PTUN berani mengambil putusan, terlebih ini untuk kepentingan bangsa dan negara. “Permohonan ini bukan gugatan, karena bukan sengketa pribadi, tapi persoalan bangsa. Persoalan putusan MA yang dilakukan dengan pemanduan pengambilan sumpah yang menentukan ahli, tapi nampaknya hilang dari pertimbangan pengadilan.”
GKR Hemas: Pimpinan Sah DPD Direbut Di Luar Batas Nalar Politik dan Hukum. https://t.co/yVgupPlwqG
— KOMPAS TV (@KompasTV) April 5, 2017
Mei lalu, mantan Wakil Ketua DPD itu menggugat pemanduan sumpah OSO sebagai Ketua DPD oleh hakim MA. Ia bersama anggota DPD lainnya, melayangkan gugatan bersama menolak kepemimpinan OSO ke PTUN. Menurutnya, pemanduan sumpah itu bertentangan dengan Putusan MA No. 20P/HUM/2017 mengenai masa jabatan DPD yang lima tahun. Bila putusan MA ini dilaksanakan, pelantikan OSO tak akan terjadi.
Namun MA akhirnya melantik pimpinan DPD periode 2017-2019 terpilih tersebut. Sedang posisi wakil ketua I serta II diisi Nono Sampono dan Darmayanti Lubis. Pelantikan dan pengambilan sumpah pimpinan DPD pada awal April 2017 itu dilakukan Wakil Ketua Mahkamah Agung Suwardi. Majelis hakim PTUN menyatakan tak dapat menerima gugatan karena apa yang dipermasalahkan bukan kewenangan PTUN.
Hakim menilai, pemanduan sumpah tersebut digolongkan sebagai agenda seremonial kenegaraan. Sementara PTUN hanya mengurusi persoalan yang bersifat konstitusional. Misalnya penetapan OSO sebagai pimpinan DPD. Meskipun putusan PTUN tersebut bersifat final, namun kedua belah pihak dapat mengajukan peninjauan kembali.
Hemas dan mantan Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad keberatan dengan pergantian pimpinan DPD beberapa waktu lalu. Pasalnya, pergantian itu berdasarkan pada Tata Tertib DPD yang sudah dibatalkan MA. Dalam aturan itu, masa kepemimpinan Ketua dan Wakil Ketua DPD yang selama 2,5 tahun dibatalkan. Sehingga, seharusnya kembali ke aturan lama, yaitu lima tahun, di mana Hemas dan Farouk tetap menjadi Wakil Ketua. (Berbagai sumber/R24)