HomeHeadlinePertahanan IKN, Luhut Khianati Prabowo?

Pertahanan IKN, Luhut Khianati Prabowo?

Aspek pertahanan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara tampak menjadi urgensi saat dikemukakan oleh sejumlah elite termasuk Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto. Akan tetapi, investor yang juga menjadi ancaman iminen IKN seperti Tiongkok berpotensi tetap diterima oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.


PinterPolitik.com

Secara gradual, urgensi penyiapan aspek pertahanan Ibu Kota Negara (IKN) nusantara terus dikemukakan oleh sosok-sosok kunci pertahanan dan keamanan tanah air. Baik, secara tersirat maupun tersurat, potensi ancaman terhadap IKN turut pula diungkapkan dan seolah merepresentasikan sinyal-sinyal tertentu.

Teranyar, Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal TNI Fadjar Prasetyo mengatakan bahwa dalam pembangunan kekuatan matra udara harus mempertimbangkan pertahanan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang mampu melindungi di masa depan.

Selain itu, pembelian alat utama sistem persenjataan (alutsista) matra udara perlu kecermatan guna mengantisipasi dinamika di Laut China Selatan (LCS). Menurutnya, perkembangan dan potensi ancaman yang terjadi serta berasal dari LCS menjadi salah satu tren kekinian yang wajib diantisipasi.

Apa yang dikemukakan KSAU tampak beriringan dengan pernyataan sebelumnya dari sejumlah tokoh, terutama mengenai pertahanan IKN serta potensi ancaman terhadap kota pengganti Jakarta itu.

laut tiongkok selatan memanas ed.

Pertama kali, peringatan disampaikan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Andi Widjajanto. Dia mengatakan bahwa IKN Nusantara memiliki kerentanan tinggi atas serangan udara jika berkaca pada lokasi geografis.

Pertahanan IKN Nusantara sendiri telah menjadi fokus Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto. Pada awal tahun ini misalnya, Prabowo telah melakukan Rapat Pimpinan kementerian yang diampunya untuk menyiapkan strategi pertahanan ibu kota baru secara komprehensif.

Nominal alokasi anggaran pertahanan sendiri telah muncul dalam Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2023, yakni sebesar Rp123,44 triliun atau meningkat sebesar 4,5 persen dibanding tahun sebelumnya.

Di samping tafsir terhadap memadai atau tidaknya anggaran tersebut, aspek pertahanan dan potensi ancaman terhadap IKN Nusantara agaknya menarik untuk menjadi sorotan.

Dinamika tensi di LCS berulang kali terucap dari para elite pertahanan. Meskipun tidak disebutkan secara spesifik, Tiongkok agaknya menjadi aktor antagonis utama di baliknya. Apalagi, letak IKN Nusantara malah semakin dekat dengan hotspot ketegangan LCS di utara Indonesia.

Meski demikian, probabilitas Tiongkok untuk menjadi investor di IKN Nusantara kiranya berpeluang menimbulkan dilema tersendiri bagi sektor pertahanan. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan sendiri boleh jadi tak menutup pintu bagi suntikan dana negeri Tirai Bambu dalam pembangunan IKN. Hal ini mengacu pada masih terbukanya “slot” untuk berinvestasi yang sering dilontarkannya.

Lantas, apakah korelasi dengan Tiongkok itu akan benar-benar menimbulkan dilema pelik bagi pertahanan IKN Nusantara nantinya?

ukraina netizen indo pro rusia ed.

Tiongkok Tak Bersahabat?

Masih belum mencukupinya pendanaan pembangunan IKN Nusantara berulang kali disampaikan pemerintah. Hal ini membuat uluran investasi boleh jadi sangat dinantikan oleh Luhut Binsar Pandjaitan.

Tengah pekan kemarin, Wakil Kepala Otorita IKN Nusantara Dhony Rahajoe menyebutkan dengan gamblang bahwa karpet merah berupa insentif telah disediakan bagi para calon investor pelopor.

Baca juga :  Trump Ancam BRICS, Prabowo Balik Kanan?

Artinya, peluang entitas dan negara lain untuk campur tangan dalam pembangunan Nusantara masih terbuka, termasuk Tiongkok. Juga dengan peluang peliknya menyusun pertahanan jika Xi Jinping jadi memupuk uangnya di IKN Nusantara.

Merujuk pada hal tersebut, Prabowo dan Luhut agaknya wajib merefleksikan pertimbangan pertahanan dan investasi IKN pada apa yang menjadi sorotan Joachim Pohl dalam publikasinya yang berjudul Investment Policies Related to National Security.

Pohl menjabarkan bahwa pemerintahan suatu negara idealnya mendorong kebijakan yang berupaya melindungi keamanan nasional sebagai prioritas mereka dengan dampak sekecil mungkin terhadap arus investasi.

Itu berkaca pada kecenderungan sejumlah negara di era saat ini yang bahkan seolah “menggadaikan” kedaulatannya demi pundi-pundi investasi menggiurkan. Rengkuhan investasi itu terkadang dimanfaatkan untuk reputasi hingga kepentingan politik tertentu selagi kekuasaan domestik masih dalam genggaman.

Meskipun logika bisnis dan investasi harus bebas nilai dari intervensi politik, Pohl mengemukakan istilah high-level political consideration and involvement atau keterlibatan dan pertimbangan politik level atas dalam proses perumusan kebijakan penerimaan investasi dan konteks keamanan nasional.

Terminologi keamanan nasional memang lahir dari narasi Amerika Serikat di era Perang Dingin atas ancaman tradisional dan non-tradisional. Akan tetapi, relevansinya tampak masih ada hingga kini, dan tercermin dari konflik Rusia-Ukraina hingga ketegangan di LCS dengan dampak multi-sektor yang merugikan.

Atas konsepsi tersebut, high-level political consideration and involvement kiranya harus terus dilakukan dan dikoordinasikan sebaik mungkin dalam hal penerimaan investasi eksternal dan upaya pembentukan strategi pertahanan IKN Nusantara.

Tak lain, sorotan utama tertuju pada Tiongkok karena berpeluang menjadi investor paling ideal. Namun, di saat yang sama, negara itu juga dikategorikan menjadi pemantik potensi ancaman bagi IKN Nusantara.

Ketegasan kiranya harus diambil untuk memberikan batasan bagi investasi demi kepentingan nasional di IKN. Dalam basis analisis level high-politics, Tiongkok telah dikatakan sebagai aktor yang kurang bersahabat jika merujuk pada klaim, ambisi, dan agresivitasnya di LCS yang berpotensi menjangkau wilayah IKN.

Potensi pengaruh ketegangan di LCS terhadap IKN Nusantara juga pernah diakui Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Yudo Margono pada Februari lalu. Pun, dengan analisa Andi Widjajanto sebelum menjabat Gubernur Lemhanas saat dirinya menjadi ahli Presiden dalam gugatan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara (PSDN) di Mahkamah Konstitusi (MK).

Andi mengatakan bahwa Tiongkok telah menyiapkan rencana strategis hingga tahun 2050 dan dirinya memberikan prediksi bahwa Tiongkok siap unjuk kekuatan serta memenangkan perang di LCS. Indonesia disebutnya harus benar-benar mempersiapkan diri untuk itu.

Bahkan dalam sebuah analisis dari Sekolah Staf Umum dan Komando Angkatan Darat (Seskoad) yang terekspos ke publik pada Desember 2020 lalu, disimpulkan bahwa Tiongkok telah sangat siap dengan niat dan kemampuan militernya apabila memerlukan serangan yang besar kepada para rival di LCS.

Lalu, jika berkaca pada ketergantungan terhadap sokongan eksternal dalam hal investasi dan pertahanan yang dialami Indonesia, bagaimana cara terbaik untuk mengantisipasi potensi ancaman iminen Tiongkok tersebut terhadap IKN Nusantara?

Baca juga :  Gibran Wants to Break Free?
infografis prabowo kepincut drone turki 1

Terpaksa Didikte AS atau Tiongkok?

Meskipun berusaha melakukan diversifikasi negara eksportir alutsista, impresi kecondongan agaknya tetap tak dapat terhindarkan. Chandler Sachs dan John V. Parachini dalam Are Military Purchases in SE Asia for Political Balancing a Good Use of National Defense Resources? menyebutkan konsep political symbolism atau simbolisme politik dari eksistensi alutsista eksternal di negara-negara Asia Tenggara.

Singkatnya, tren impor alutsista disebut Sach dan Parachini merupakan simbol kecondongan politik. Hal inilah yang kiranya dapat dilihat dari simbol kecondongan politik pertahanan tanah air.

Jika berkaca pada inventaris dan rencana pengadaan alutsista Indonesia dalam memperkuat pertahanan, kecondongan kiranya lebih tertuju pada Barat. Data yang dirilis Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) menunjukkan bahwa hingga tahun 2019, tiga besar negara-negara pemasok terbesar alutsista Indonesia adalah Inggris (19 persen), Amerika Serikat (18 persen), dan Belanda (13 persen).

Teranyar, pengadaan alutsista yang eye catchy yaitu jet tempur Dassault Rafale asal Perancis dan rencana akuisisi F-15 EX asal AS kiranya menambah variabel political symbolism Indonesia.

Satu yang mungkin paling memunculkan korelasi khusus adalah latihan militer bersama bertajuk Garuda Shield dengan pasukan AS pada tahun 2021 lalu. Latihan militer terbesar dalam sejarah TNI-AD itu sendiri dilakukan di Balikpapan dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, lokasi yang berdekatan dengan IKN Nusantara.

Namun, simbolisme kecondongan itu kiranya akan berbenturan dengan peluang investor IKN Nusantara.

Tiongkok lagi-lagi dinilai menjadi negara dengan potensi dana dan minat terbesar, plus reputasi investasinya di Indonesia yang dalam beberapa tahun terakhir cukup agresif. Bahkan, Tiongkok langsung dinobatkan sebagai pengganti utama investor asal Jepang, Softbank, yang urung berinvestasi karena masalah internal.

Meski terdapat negara investor potensial lain seperti Arab Saudi maupun Uni Emirat Arab (UAE), keberadaan investor Barat seperti AS di IKN Nusantara agaknya cukup sulit untuk diharapkan jika mengacu pada karakteristik mekanisme dan penilaian risiko investasi di Indonesia dari kaca mata negeri Paman Sam.

Hal itu yang memunculkan pertanyaan tersendiri mengenai apakah implementasi pertahanan IKN Nusantara beserta potensi ancaman iminennya yang digagas oleh Prabowo akan selaras dengan pengaturan arus investasi yang diampu Luhut?

Meskipun Luhut baru saja menegaskan bahwa Indonesia tidak dapat didikte oleh investasi asal AS maupun Tiongkok, namun hal itu agaknya hanya ekspresi normatif semata.

Ya, penegasan Luhut tampak kontras dengan teori dependensi atau teori ketergantungan yang menjadi masalah pembangunan lintas sektoral di negara-negara dunia ketiga.

Begitu pula dengan Prabowo. Pada diskusi panel forum IISS Shangri-La Dialogue 2022 di Singapura kemarin, Menhan mendorong kebijaksanaan Tiongkok dan AS dalam menghadapi tantangan geopolitik. Sebuah hal yang kiranya tidak mudah di tengah atmosfer anarki di antara kedua negara dalam aspek keamanan sejauh ini.

Kendati demikian, publik tanah air kiranya harus tetap menaruh kepercayaan bahwa Prabowo dan Luhut yang tentu telah memiliki rencana dan pertimbangan matang agar investasi tidak sampai mengusik aspek pertahanan IKN Nusantara. (J61)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Segitiga Besi Megawati

Relasi Prabowo Subianto dan Megawati Soekarnoputri kini memasuki babak baru menyusul wacana pertemuan dua tokoh tersebut.

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

The Real Influence of Didit Hediprasetyo?

Putra Presiden Prabowo Subianto, Didit Hediprasetyo, memiliki influence tersendiri dalam dinamika politik. Mengapa Didit bisa memiliki peran penting?

Keok Pilkada, PKS Harus Waspada? 

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi salah satu partai yang paling tidak diuntungkan usai Pemilu 2024 dan Pilkada 2024. Mungkinkah hal ini jadi bahaya bagi PKS dalam waktu mendatang?

Prabowo and The Nation of Conglomerates

Dengarkan artikel ini: Sugianto Kusuma atau Aguan kini jadi salah satu sosok konglomerat yang disorot, utamanya pasca Menteri Tata Ruang dan Agraria Nusron Wahid mengungkapkan...

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

Gibran Wants to Break Free?

Di tengah dinamika politik pasca-Pilkada 2024, seorang wapres disebut ingin punya “kebebasan”. Mengapa Gibran Rakabuming wants to break free?

Ada Operasi Intelijen Kekacauan Korea Selatan? 

Polemik politik Korea Selatan (Korsel) yang menyeret Presiden Yoon Suk Yeol jadi perhatian dunia. Mungkinkah ada peran operasi intelijen dalam kekacauan kemarin? 

More Stories

Prabowo & Hybrid Meritocracy Letnan-Mayor

Promosi Letjen TNI Kunto Arief Wibowo sebagai Pangkogabwilhan I di rotasi perdana jenderal angkatan bersenjata era Presiden Prabowo Subianto kiranya mengindikasikan pendekatan baru dalam relasi kekuasaan dan militer serta dinamika yang mengiringinya, termasuk aspek politik. Mengapa demikian?

Megawati and The Queen’s Gambit

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mungkin akan dielu-elukan karena dinilai brilian dengan menunjuk Pramono Anung sebagai calon gubernur dibandingkan opsi Ahok atau Anies Baswedan, sekaligus mengalahkan endorse Joko Widodo di Jakarta. Namun, probabilitas deal tertentu di belakangnya turut mengemuka sehingga Megawati dan PDIP bisa menang mudah. Benarkah demikian?

“Parcok” Kemunafikan PDIP, What’s Next?

Diskursus partai coklat atau “parcok" belakangan jadi narasi hipokrit yang dimainkan PDIP karena mereka justru dinilai sebagai pionir simbiosis sosial-politik dengan entitas yang dimaksud. Lalu, andai benar simbiosis itu eksis, bagaimana masa depannya di era Pemerintahan Prabowo Subianto dan interaksinya dengan aktor lain, termasuk PDIP dan Joko Widodo (Jokowi)?