Seperti yang sudah santer diberitakan, Golkar telah menyiapkan ancang-ancang demi menghadapi pertarungan Pilpres 2019 dengan mantap mengusung Presiden Jokowi. Kini, nama pendampingnya masih menjadi misteri.
PinterPolitik.com
Dengan langkah gontai, Akbar Tandjung memasuki kantor DPP Perindo yang berlokasi di Menteng. Kedatangannya pada Selasa (30/5) lalu tersebut, adalah untuk memenuhi undangan berbuka puasa bertajuk ‘Buka Bersama Partai Perindo’.
Dalam perhelatan santai itu, Wakil Ketua Dewan Kehormatan Golkar ini sempat membagi beberapa kriteria yang dicari Golkar untuk mendampingi Jokowi dalam laga Pilpres 2019 mendatang. “Tentu orang yang sudah mempunyai rekam jejak memiliki kemampuan, kepemimpinan, memiliki visi untuk membangun Indonesia,” ujarnya.
Dirinya menambahkan, sosok pendamping tersebut harus punya komitmen untuk membangun kebersamaan, persatuan, menghormati keanekaragaman di Indonesia. Satu syarat wajib lainnya tak luput dibeberkan, “Diharapkan juga mempunyai pengalaman yang cukup dalam dunia politik di Tanah Air,” lanjutnya.
Namun, saat ditodong menyebutkan sebuah nama, Akbar menunjukkan wajah enggan. “Saya tidak dalam posisi untuk menyebut. Kita tunggu saja. Mungkin menjelang 2019 sudah mulai muncul. Dari situ kita mungkin bisa lihat satu persatu,” tukasnya.
Di meja yang lain, Aburizal Bakrie atau yang akrab disapa Ical, memberi tanggapan singkat mengenai pendamping Jokowi di Pilpres 2019. Masih tanpa menyebut nama sama sekali, pejabat sekaligus taipan media negeri ini menyatakan hal hampir senada dengan Akbar Tanjung, “saya belum bisa sebut nama. Yang pasti harus warga negara Indonesia.”
Jawaban menggantung Akbar dan Ical makin menambah aroma misterius mengenai tokoh yang nantinya akan menjadi pendamping Jokowi sebagai wakil.
‘Bermain Mata’ dengan Gatot Nurmantyo, Ditolak
Walau terkesan berahasia dan hati-hati, sebetulnya Akbar Tanjung sempat menebar pujian pada Gatot Nurmantyo, selaku Jenderal Tentara Nasional Indonesia pada Rapimnas yang digelar pertengahan bulan Mei 2017 lalu. Bahkan menyebutnya sosok paling tepat untuk mendampingi Presiden Jokowi dalam Pilpres 2019.
Kualitas kepemimpinan orang nomor satu di militer tersebut, ternyata mengisi tempat tersendiri di hati dan penilaiannya, “Panglima TNI kan sudah melalui proses yang boleh dikatakan seleksi kepemimpinannya sudah teruji lah,” sahutnya. Maka dari itu, dirinya menganggap Gatot sangat layak dan mumpuni untuk maju menjadi calon wakil Presiden Joko Widodo di Pilpres 2019. “Saya pilih yang konteks Indonesia. Panglima TNI itu posisi yang penting dan sangat strategis. Dalam konteks itu kalau dia (Gatot) disebut-sebut sebagai calon wakil presiden, ya wajar saja. Itu posisi yang tinggi sebagai Panglima TNI.”
Gatot sendiri tak ada niat sama sekali maju sebagai calon wakil presiden. Dengan rendah hati menjelaskan ia dilantik sebagai Panglima TNI dan kepalang disumpah untuk taat pada atasan, yakni Presiden Jokowi. Tak lupa dirinya tegas menolak, “Tidak mau. Tidak etis saya dipercaya Presiden kemudian saya berambisi, beradu dengan Presiden,” ucap mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) tersebut.
Fraksi dalam Fraksi
Krisis tokoh yang ‘menjual’ memang melanda Golkar saat ini. Keringnya prestasi dan melimpahnya jumlah anggota yang tersandung korupsi di tubuh Golkar, membuatnya harus menempuh jalan pintas. Salah satunya dengan ‘buru-buru’ mengusung tokoh ‘lintas partai’, seperti mengusung Presiden Jokowi, yang lekat dengan PDI Perjuangan.
Akbar Tanjung yang sibuk memasang kriteria calon wakil presiden untuk menemani Jokowi, juga tak luput dari kasus serupa. Ia pernah naik ‘pamor’ akibat tersandung kasus Bulog sebesar Rp. 40 miliar pada 2002. Namun, walau sudah dijatuhi vonis tiga tahun dirinya tetap dibebaskan oleh Mahkamah Agung berkat banding.
Selanjutnya siapa yang tahu sepak terjang Setya Novanto? Ketua Partai Golkar sekaligus Ketua DPR RI ini malang melintang dalam berbagai kasus yang menguras uang negara. Mulai dari kasus Bank Bali, mega proyek E-KTP, proyek PON Riau, penyeludupan beras ke Vietnam, hingga kasus limbah beracun di Pulau Galang.
Deretan kasus yang melilit Novanto, mengundang komentar ketua DPD I Golkar, Yorrys Raweyai. “Novanto sebentar lagi tersangka,” kalimat itu membuatnya terancam didepak dari partai berlambang pohon beringin ini. Kritik juga datang dari anggota muda partai Golkar, Ahmad Dolly Kurnia yang menyebut untuk tidak memilih ketua partai yang tersandung banyak kasus.
Kesamaan berada dalam asuhan mantan Presiden Soeharto, nyatanya tak mampu menyatukan beberapa anggota Partai Golkar, terutama mereka yang senior, untuk berdiri dalam satu barisan kepentingan. Malah, makin membagi mereka dalam kubu-kubu lain.
Jika Golkar terus bernafsu meningkatkan elektabilitasnya dengan mengusung Presiden Jokowi sejak dini, apakah hal tersebut akan berhasil menyatukan kembali Golkar dalam satu barisan? Mungkin kita patut menunggunya, karena sang tokoh yang diusung, Presiden Jokowi, hanya berucap, “belum saatnya bicara soal Pilpres 2019.”
Bagaimana menurutmu? (Berbagai Sumber/A27)