HomeNalar PolitikDPR Kecipratan Suap Bakamla?

DPR Kecipratan Suap Bakamla?

Kecil Besar

Walau pengadilan Tipikor telah menjatuhkan vonis kepada Dirut PT Merial Esa Indonesia (MTI), namun diperkirakan kasusnya akan merembet ke sejumlah nama anggota DPR.


PinterPolitik.com

[dropcap size=big]U[/dropcap]sai majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) menjatuhkan vonis hukuman dua tahun delapan bulan penjara dan denda Rp 150 juta subsider tiga bulan kurungan, pada Direktur PT Merial Esa Indonesia (MTI) Fahmi Darmawansyah. Kini perkara suap Badan Keamanan Laut (Bakamla) diperkirakan juga akan merambah ke beberapa anggota DPR.

Saat menjatuhkan vonisnya, majelis hakim menilai Fahmi terbukti secara sah dan meyakinkan telah menyuap empat pejabat Bakamla agar dapat menggarap proyek satelit monitoring. Namun, hakim memberikan keringanan hukumannya dari empat tahun menjadi dua tahun karena mengakui perbuatan dan memiliki tanggungan anak dan istri.

Selain itu, terdakwa bersama istrinya, Inneke Koesherawati, telah menghibahkan tanah 700 meter persegi di Semarang untuk dipergunakan Bakamla. “Surat tersebut sudah dikirimkan ke Bakamla pada 16 Mei 2017, merupakan itikad baik dari terdakwa dan istri Inneke. Maka akan dipertimbangkan sebagai hal meringankan,” ujar hakim.

Walau begitu, majelis hakim menolak memberikan status justice collaborator kepada Fahmi. Sebab, status JC hanya dapat diberikan kepada terdakwa yang bukan pelaku utama dan bisa membantu membongkar aktor lain yang lebih besar. “Majelis hakim sependapat dengan penuntut umum bahwa permohonan (JC) terdakwa tidak dapat dikabulkan,” sambungnya.

Sedangkan yang memberatkan dirinya, adalah terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi. Selain itu, sebagai pengusaha muda, Fahmi mestinya mengikuti proses pengadaan proyek di pemerintah dengan baik. Di sisi lain, sejumlah pihak yakin kalau vonis Fahmi bukanlah akhir dari kasus suap Bakamla.

Baca juga :  Prabowo dan Strategi "Cari Musuh"

Kabarnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menangani kasus ini, akan terus memburu pihak-pihak yang turut menikmati aliran dana haram dari proyek di Bakamla. Menurut seorang sumber, aliran dana proyek ini juga mengalir ke sejumlah legislator di Senayan untuk memuluskan penganggaran proyek satelit monitoring di DPR. “Ada sejumlah anggota DPR yang diduga menerima aliran dana proyek ini,” katanya.

Saat bersaksi untuk anak buahnya, yakni marketing/opreasional PT Merial Esa Hardy Stefanus dan bagian operasional PT Merial Esa Adami Okta, Fahmi mengungkapkan adanya aliran dana ke sejumlah anggota DPR di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jumat (8/4). Di sidang itu, Jaksa Komisi Pemberantasa Korupsi Kiki Ahmad Yani membacakan berita acara pidana (BAP) Fahmi Nomor 31 huruf c tertanggal 18 Januari 2017.

Dalam BAP tersebut dinyatakan bahwa 6 persen dari nilai proyek sebesar Rp 400 miliar atau Rp 24 miliar dibagikan ke sejumlah anggota DPR melalui politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Ali Fahmi alias Fahmi Al Habsy sebagai pelicin guna memperlancar proyek.

“Uang saya berikan kepada Ali Fahmi alias Fahmi Al Habsy untuk mengurus proyek satmon Bakamla melalui Balitbang PDI-P Eva Sundari, anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi PKB Bertus Merlas, anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar Fayakun Andriadi, Bappenas, dan Kementerian Keuangan. Betul itu keterangan saudara?” tanya Kiki.

Pernyataan tersebut dibenarkan oleh Fahmi, disebutkan pula bahwa uang Rp 400 miliar itu diserahkan oleh Adami dan Hardy di hotel Ritz Carlton Kuningan, Jakarta Selatan. Ali, kata Fahmi, adalah orang yang mengarahkan dirinya agar bisa memenangkan proyek ini dan menjanjikan fee sebesar 15 persen dari nilai pengadaan.

Baca juga :  The Game: PDIP Shakes the Cabinet?

Menurut Fahmi, Ali lah yang bertanggung jawab untuk mengatur pengadaan proyek satelite monitoring saat dianggarkan. “Ali Fahmi apakah memberi tahu bahwa ini itu nanti untuk penganggaran?” tanya jaksa. “Pernah Pak. Setelah saya tanya, waktu saya nagih, tetapi dia beralasan panjang itu bahasanya, buat (komisi) sebelas. Saya jawab, saya tidak ada urusan sama mereka. Lu yang tanggung jawab,” jawab Fahmi.

Ia kemudian juga mengatakan kalau Ali Fahmi menyebutkan ada yang bernama Doni. “Doni itu anggota 11, Nasdem apa gitu. Saya lupa partainya, takut salah kan Pak,” jawab Fahmi. Dalam perkara ini, Fahmi, Adami dan Hardy didakwa menyuap mantan Deputi Informasi, Hukum, dan Kerja Sama Badan Keamanan Laut (Bakamla) yang juga Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Eko Susilo Hadi sebesar 100 ribu dolar Singapura, 88.500 ribu dolar AS, 10 ribu euro.

Mereka juga didakwa menyuap Direktur Data dan Informasi Bakamla merangkap Pejabat Pembuat Komitment (PPK) Bambang Udoyo sebesar 105 ribu dolar Singapura. Suap juga masih diberikan kepada Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan 104.500 dolar Singapura; dan Kasubag TU Sestama Bakamla Tri Nanda Wicaksono Rp 120 juta sehingga total suap adalah 309.500 dolar Singapura, 88.500 dolar AS, 10 ribu euro dan Rp 120 juta.

(SP/Berbagai sumber/R24)

spot_imgspot_img

#Trending Article

Nadir Pariwisata: Kita Butuh IShowSpeed

Kondisi sektor pariwisata Indonesia kini berada di titik nadir. Di balik layar kebijakan dan pernyataan resmi pemerintah, para pelaku industri perhotelan sedang berjuang bertahan dari badai krisis.

Prabowo dan Lahirnya Gerakan Non-Blok 2.0?

Dengan Perang Dagang yang memanas antara AS dan Tiongkok, mungkinkah Presiden Prabowo Subianto bidani kelahiran Gerakan Non-Blok 2.0?

Kongres, Mengapa Megawati Diam Saja?

Dengarkan artikel ini. Audio ini dibuat dengan teknologi AI. Kongres ke-6 PDIP disinyalir kembali tertunda setelah sebelumnya direncanakan akan digelar Bulan April. Mungkinkah ada strategi...

Di Balik Kisah Jokowi dan Hercules?

Tamu istimewa Joko Widodo (Jokowi) itu bernama Rosario de Marshall atau yang biasa dikenal dengan Hercules. Saat menyambangi kediaman Jokowi di Solo, kiranya terdapat beberapa makna yang cukup menarik untuk dikuak dan mungkin saja menjadi variabel dinamika sosial, politik, dan pemerintahan.

Prabowo dan Strategi “Cari Musuh”

Presiden Prabowo bertemu dengan Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri pada Senin (7/4) kemarin. Mengapa Prabowo juga perlu "cari musuh"?

Hegemoni Dunia dan Misteri “Three Kingdoms” 

Di dalam studi politik internasional, perdebatan soal sistem seperti unipolarisme, bipolarisme, dan multipolarisme jadi topik yang memicu perbincangan tanpa akhir. Namun, jika melihat sejarah, sistem hegemoni seperti apa yang umumnya dibentuk manusia? 

The Game: PDIP Shakes the Cabinet?

Pertemuan Prabowo dan Megawati menyisakan tanda tanya dan sejuta spekulasi, utamanya terkait peluang partai banteng PDIP diajak bergabung ke koalisi pemerintah.

Saga Para Business-Statesman

Tak lagi seputar dikotomi berlatarbelakang sipil vs militer, pengusaha sukses yang “telah selesai dengan dirinya sendiri” lalu terjun ke politik dinilai lebih ideal untuk mengampu jabatan politis serta menjadi pejabat publik. Mengapa demikian?

More Stories

Informasi Bias, Pilpres Membosankan

Jelang kampanye, pernyataan-pernyataan yang dilontarkan oposisi cenderung kurang bervarisi. Benarkah oposisi kekurangan bahan serangan? PinterPolitik.com Jelang dimulainya masa kampanye Pemilihan Presiden 2019 yang akan dimulai tanggal...

Galang Avengers, Jokowi Lawan Thanos

Di pertemuan World Economic Forum, Jokowi mengibaratkan krisis global layaknya serangan Thanos di film Avengers: Infinity Wars. Mampukah ASEAN menjadi Avengers? PinterPolitik.com Pidato Presiden Joko Widodo...

Jokowi Rebut Millenial Influencer

Besarnya jumlah pemilih millenial di Pilpres 2019, diantisipasi Jokowi tak hanya melalui citra pemimpin muda, tapi juga pendekatan ke tokoh-tokoh muda berpengaruh. PinterPolitik.com Lawatan Presiden Joko...