“Ada kelompok tertentu yang ingin menjadikan saya sebagai kambing hitam, mungkin untuk menyembunyikan keterlibatan mereka”. – Prabowo Subianto dalam wawancara dengan Jose Manuel Tesoro untuk tulisan “The Scapegoat” dalam AsiaWeek edisi Maret 2000
Perjalanan karier politik Prabowo Subianto emang nggak mulus-mulus banget. Doi pernah ada di posisi layaknya putra mahkota ketika kariernya di militer moncer luar biasa, ditambah statusnya sebagai menantu Soeharto.
Namun, ada saat ketika Prabowo dituduh bertanggungjawab terhadap kerusuhan dan penghilangan orang, plus juga dituduh merencanakan kudeta. Peristiwa-persitiwa itu terjadi di sekitaran tahun 1998 atau saat Orde Baru akan berakhir.
Nah, sayangnya, hal-hal yang negatif itu menutupi semua prestasi dan keberhasilan personal Prabowo. Bahkan, boleh dibilang karier politik Prabowo terhambat oleh persoalan-persoalan itu. Bukannya gimana-gimana ya, Prabowo jadi punya citra negatif di mata dunia internasional, terutama terhadap Amerika Serikat.
Apalagi, udah jadi rahasia umum bahwa konteks kekuasaan dan kepemimpinan di Indonesia hampir selalu berhubungan dengan bagaimana kepentingan dan pandangan AS terhadap sosok calon yang akan terpilih.
Makanya ketika Prabowo yang kini menjabat sebagai Menteri Pertahanan diberikan visa dan izin kunjungan ke AS beberapa hari lalu, banyak yang berpendapat bahwa hal ini menunjukkan ada potensi perubahan persepsi dari negeri Paman Sam itu terhadap Ketua Umum Partai Gerindra itu.
Sekalipun media di AS seperti The New York Times masih menurunkan tajuk menohok berbunyi: “Indonesian Defense Chief, Accused of Rights Abuses, Will Visit Pentagon”, setidaknya dari sisi pemerintah AS sendiri ada potensi perubahan pandangan tersebut yang bisa saja mempengaruhi perjalanan karier politik Prabowo sendiri.
Prabowo datang ke AS atas undangan Menhan AS Mark Esper. Memang ada selentingan yang menyebutkan bahwa AS harus menjaga hubungan baik dengan siapa pun Menhan di Indonesia agar menjamin bisnis yang berhubungan dengan militer – seperti alutsista dan sejenisnya – bisa tetap berjalan baik.
Namun, bagi Prabowo, hal ini penting untuk menjamin langkahnya katakanlah jika ia masih punya ambisi politik untuk maju lagi pada Pilpres 2024. Bagaimanapun juga, boleh jadi kegagalan mantan Danjen Kopassus itu pada Pilpres 2009 saat menjadi cawapres Megawati Soekarnoputri, dan pada Pilpres 2014 dan 2019 sebagai capres adalah karena konteks persepsi pemerintah AS terhadapnya.
Wih, apakah ini berarti AS akan mungkin mendukung Prabowo untuk Pilpres 2024 mendatang? Menarik untuk ditunggu. (S13)